Kontribusi Koperasi Tak Sebesar PDB Hiburan Malam

id Kontribusi Koperasi Tak Sebesar PDB Hiburan Malam

Jakarta, (Antara) - Kontribusi koperasi di Indonesia tidak sebesar sumbangan industri hiburan malam terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) secara keseluruhan, kata Pengamat Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto. "Menurut data statistik semester I 2014 jumlah koperasi kita sebanyak 206.288 dengan jumlah anggota sebanyak 35,23 juta. Sementara kontibusinya terhadap PDB hanya 2 persen atau sekitar Rp200 triliun," kata Suroto di Jakarta, Rabu. Angka itu, kata dia, sangat memprihatinkan dimana jumlah koperasi yang secara kuantitas begitu besar, namun kontribusinya kalah dengan misalnya satu koperasi pertanian di Jepang Zen-Noh yang mencapai omset Rp600 triliun lebih pertahun. Bahkan Suroto meyakini omzet keseluruhan koperasi di Tanah Air jauh di bawah omzet industri hiburan malam. "Kalau Pemerintah ingin agar koperasi itu jadi soko guru ekonomi, dan melaksanakan demokrasi ekonomi sesuai konstitusi maka Pemerintah harus secara riil mengarahkan pengembangan koperasi agar kontribusinya terhadap PDB menjadi lebih dominan," katanya. Oleh karena itu ia meminta koperasi diberikan peluang dan "level of playing field" yang adil dengan perusahaan besar termasuk untuk mengerjakan proyek besar. Ia berpendapat baik diakui atau tidak, sebetulnya ada masalah besar dalam kaitannya dengan strategi pembangunan koperasi Indonesia yang harus dirombak total kalau koperasi di Tanah Air tidak mau terpuruk dan ketinggalan jauh dengan perkembangan koperasi di negara lain. "Kementerian Koperasi dan UKM punya pekerjaan rumah besar untuk melakukan reformasi perkoperasian Indonesia. Pertumbuhan jumlah koperasi harusnya justru jadi penilaian minus kinerja koperasi bukan jadi prestasi," katanya. Menurut dia pertumbuhan jumlah koperasi di Indonesia selama ini sebetulnya kamulatif. Sebab kata dia selain terlalu banyak yang tidak aktif atau tinggal papan nama, sebetulnya pertumbuhan koperasi baru yang muncul juga akibat dorongan stimulasi bantuan dan bukan didasarkan rasionalitas bisnis koperasi yang cenderung tidak sehat. "Pemerintah saat ini sebaiknya berkonsentrasi untuk dua tugas pokoknya yaitu sebagai regulator dan sekaligus supervisor," katanya. Sebagai regulator, kata dia, sebaiknya Kementerian Koperasi dan UKM aktif untuk menciptakan UU dan produk regulasi turunannya yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya koperasi. UU Perkoperasian yang telah dibatalkan sepenuhnya oleh Mahkamah Konstitusi (MK) belum lama ini harus menjadi konsentrasi pemerintah untuk menciptakan UU yang baru. "Syukur dapat mendorong kearah munculnya UU Koperasi yang bersifat sektoral seperti yang terjadi di Jepang dan Korea Selatan misalnya, dimana disana Koperasi punya UU sampai dengan 7 sampai 8 UU yang mengatur koperasi disetiap sektor seperti UU Koperasi Kredit, UU Koperasi Konsumsi, UU Koperasi Pertanian, UU Koperasi Pekerja, dan lain sebagainya," katanya. Di samping itu Suroto menambahkan dalam hal pelaksanaan tugas supervisi, Pemerintah harus tegas dalam penertiban koperasi. Ia menyarankan untuk dicabutnya 150 ribuan badan hukum koperasi yang tinggal papan nama sebagai salah satu upaya untuk menertibkan rentenir-rentenir yang berbaju koperasi. "Tugas mendesak Menteri Koperasi dan UKM sekarang adalah membersihkan semak belukar yang melilit koperasi. Setelah semua dibersihkan barulah koperasi itu dikembangkan dan yang baik dipromosikan," katanya. (*/sun)