Akademisi: Kasus Benjina Soal Pengawasan Bukan Peraturan

id Kasus Benjina

Jakarta, (Antara) - Terkuaknya kasus dugaan perbudakan tenaga kerja asing yang terjadi di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku, dapat dinilai sebagai soal pengawasan yang tidak efektif dari pihak birokrasi dibandingkan dengan peraturan perundangan yang lemah.

"UU sehebat apapun bila tidak ada pengawasan, sama saja tanpa harapan dan tidak berguna," kata Guru Besar Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura (Unpati) Ambon, Alex SW Retraubun di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, ada indikasi yang terjadi dalam kasus Benjina sehingga membuat sejumlah pihak mempertanyakan apakah terdapat kongkalikong atau keterlibatan yang besar di belakang semua hal tersebut.

Mantan Wakil Menteri Perindustrian itu juga memaparkan, di Benjina diperkirakan ada sekitar 100 kapal yang beroperasi di mana satu kapal mempekerjakan sekitar 30 anak buah kapal yang merupakan warga negara asing.

"Jadi ada 3.000 orang. Itu berapa persen penduduk Aru, padahal pekerja tersebut semua orang asing," katanya.

Selain itu, ia juga mengaku heran dengan investasi sektor kelautan dan perikanan yang lebih memilih warga asing dibandingkan masyarakat lokal dan hasil-hasil dari penangkapan ikan itu juga langsung dibawa ke negara Thailand.

Sebagaimana diberitakan, kasus dugaan perbudakan di Benjina merupakan momentum bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh terhadap tenaga kerja maritim.

"Langkah strategis lain yang sangat mendesak dilakukan adalah mengidentifikasi lemahnya kebijakan perlindungan tenaga kerja sektor perikanan," kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim di Jakarta, Senin (13/4).

Menurut dia, momentum itu dapat dilaksanakan dengan menyegerakan pembuatan aturan setingkat UU dan merevisi kebijakan yang ada, seperti UU No 16/1964 tentang Bagi Hasil Perikanan dan UU No13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pemerintah juga telah membentuk satuan tugas (satgas) baru untuk mengatasi indikasi perbudakan anak buah kapal (ABK) yang terjadi di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku.

"Kami sudah membentuk satgas, untuk mengatasi kasus Benjina. Satgas akan dipimpin oleh Polri dan mereka sedang menyusun keanggotaannya, setelah selesai mereka segera bekerja," kata Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno seusai rapat koordinasi dengan beberapa menteri terkait masalah Benjina di gedung BPPT, Jakarta, Rabu (8/4).

Tedjo Edhy mengatakan setelah melakukan penyidikan, maka korban indikasi perbudakan segera dipulangkan ke negaranya masing-masing. (*/sun)