Keluarga Terpidana Mati Mary Jane Datangi Nusakambangan

id Mary Jane, Terpidana Mati, Nusakambangan

Cilacap, (Antara) - Keluarga terpidana mati Mary Jane mendatangi Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, guna mengunjungi terpidana mati kasus narkoba asal Filipina yang baru dipindah dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wirogunan, Yogyakarta, ke Lapas Besi itu.

Pewarta Antara di Dermaga Wijayapura, Sabtu, melaporkan sebuah mobil minibus Elf yang membawa rombongan keluarga Mary Jane tiba di tempat penyeberangan menuju Pulau Nusakambangan itu sekitar pukul 09.15 WIB.

Beberapa penumpang tampak turun dari mobil itu dan langsung berjalan menuju Pos Penjagaan Dermaga Wijayapura guna mengurus perizinan menyeberang ke Nusakambangan.

Penumpang yang turun dari mobil di antaranya dua penasihat hukum Mary Jane, yakni Ismail Muhammad (Indonesia) dan Atorny Edre U Olalia (Filipina) serta salah seorang pegiat Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Karsiwen, sedangkan keluarga Mary Jane tetap menunggu di dalam mobil.

Setelah selesai mengurus perizinan, salah seorang penumpang mendatangi mobil untuk menjemput keluarga Mary Jane yang terdiri atas Cesar Velosso (ayah), Cecilia Velosso (ibu), Daniel dan Darren (anak Mary Jane) serta Maritess (kakak perempuan Mary Jane).

Mereka langsung menuju Pos Penjagaan Dermaga Wijayapura guna menjalani pemeriksaan sebelum menyeberang ke Pulau Nusakambangan.

Saat ditemui wartawan di depan Dermaga Wijayapura, salah seorang penasihat hukum Mary Jane, Ismail Muhammad mengatakan kedatangan mereka ke Nusakambangan dalam rangka mengunjungi terpidana mati asal Filipina itu yang saat ini telah berada di Lapas Besi.

"Hari ini kami bersama keluarga. Dihadiri oleh ayah, ibu, kedua anaknya, dan kakaknya Mary Jane," katanya.

Ia mengatakan pihaknya selaku penasihat hukum Mary Jane pada hari Jumat (24/4) telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) II dan telah diterima oleh Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta.

Menurut dia, PK II itu langsung diproses oleh PN Sleman, namun belum ada jawaban.

Sementara itu, Atorny Edre U Olalia meminta agar Pemerintah Indonesia tidak melaksanakan eksekusi mati terhadap Mary Jane karena pihaknya pada hari Jumat (24/4) telah mengajukan PK II.

"Kami memahami aturan hukum di Indonesia, namun kami berharap pemerintah menghormati proses hukum yang sedang dilakukan Mary Jane hingga selesai," katanya.

Menurut dia, Mary Jane hanyalah seorang korban perdagangan manusia dan tidak mengetahui isi koper yang dibawanya saat ditangkap di Yogyakarta.

Salah seorang pegiat JBMI Rasiwen mengatakan Mary Jane merupakan korban perdagangan manusia yang diduga dilakukan seorang perempuan asal Filipina bernama Kristina untuk bekerja di Malaysia.

Dalam hal ini, kata dia, Mary Jane direkrut oleh Kristina pada tanggal 21 April 2010.

"Saat hendak bekerja di Malaysia, dia (Mary Jane) diinapkan di hotel bersama Kristina karena pekerjaannya belum siap. Dia dibelikan baju-baju bekas dan selanjutnya disuruh ke Indonesia selama seminggu untuk menunggu pekerjaannya sudah siap di Malaysia," katanya.

Oleh karena Mary Jane hanya bawa ransel, sedangkan barang bawaannya banyak, kata dia, maka Kristina kemudian membelikan sebuah koper.

Menurut dia, koper tersebut saat diserahkan ke Mary Jane terasa berat sehingga perempuan itu bertanya kepada Kristina dan dijawab jika hal itu karena masih baru.

"Dia curiga sehingga koper itu diperiksa. Setelah tidak menemukan apa-apa, dia pun segera memasukkan barang bawaannya ke dalam koper," katanya.

Selanjutnya, kata dia, Mary Jane berangkat dari Kuala Lumpur menuju Yogyakarta dengan menggunakan pesawat terbang pada tanggal 24 April 2010 hingga akhirnya ditangkap petugas di Bandara Adisutjipto.

Menurut dia, Mary Jane sama sekali tidak mengetahui jika ada barang lain di dalam koper selain barang bawaanya berupa pakaian.

"Kristina merupakan tetangga dari suami Mary Jane dan telah dianggap sebagai keluarga baptis. Saat ini keberadaan Kristina sedang dicari oleh polisi Filipina," katanya.

Rasiwen mengatakan Mary Jane merupakan mantan buruh migran di Dubai dan sempat trauma karena nyaris diperkosa oleh seorang buruh migran asal India sehingga yang bersangkutan dipulangkan ke Filipina.

Setelah sembuh, kata dia, Mary Jane berusaha mencari pekerjaan dan bertemu dengan Kristina hingga akhirnya ditangkap di Indonesia.

"Hari ini, suami dan kakak laki-laki Mary Jane akan datang ke sini. Mereka sudah berada di Indonesia dan sekarang dalam perjalanan," katanya.

Mary Jane Fiesta Veloso adalah satu dari 10 terpidana mati kasus narkoba yang permohonan grasinya ditolak Presiden Joko Widodo.

Sebelumnya Mary Jane divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman, DIY, pada 2010.

Terpidana ini kemudian mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) setelah grasinya ditolak Presiden.

Namun dalam sidang PK yang digelar di PN Sleman bulan lalu, MA memutuskan menolak permohonan PK tersebut dan tetap pada putusan PN Sleman.

Mary Jane ditangkap petugas Bea dan Cukai Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta karena terbukti membawa narkoba jenis heroin seberat 2,6 kilogram senilai Rp5,5 miliar saat turun dari pesawat terbang tujuan Kuala Lumpur-Yogyakarta pada 2010.

Dengan masuknya Mary Jane di Nusakambangan, berarti seluruh terpidana mati yang akan segera dieksekusi oleh Kejaksaan Agung telah berada di pulau "penjara" itu.

Dalam hal ini, Kejagung telah merilis 10 terpidana kasus narkoba yang akan segera dieksekusi, yakni Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), dan Zainal Abidin (Indonesia).

Selain itu, Serge Areski Atlaoui (Prancis), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina). (*)