Kemnaker Selidiki Pelanggaran Ketenagakerjaan ABK Benjina

id kemnaker, abk, benjina

Jakarta, (Antara) - Kementerian Ketenagakerjaan terus melakukan pemeriksaan dan pendalaman kasus indikasi adanya praktek perbudakan anak buah kapal (ABK) PT Pusaka Benjina Resource (PT PBR) di Benjina Kecamatan Aru Tengah Kabupaten, Kepulauan Aru,Maluku.

"Kita masih melakukan pemeriksaan mendalam pada kasus Benjina ini. Yang terkait dengan unsur pidana itu masuk ke ranah hukum sudah ditangani pihak kepolisian. Kita lebih fokus pada pelanggaran ketenagakerjaan," kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri usai bertemu dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastusi di Jakarta, Senin.

Penanganan kasus perbudakan Benjina itu dilakukan dengan bekerja sama dan berkoordinasi dengan instansi terkait antara lain Ditjen Imigrasi Kemenhukham, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan serta pihak Kepolisian.

Hanif mengatakan penyidikan intensif oleh pengawas ketenagakerjaan difokuskan pada aspek ketenagakerjaan yaitu pelanggaran hubungan kerja dan pelanggaran norma ketenagakerjaan khususnya perlindungan tenaga kerja Indonesia dan izin penggunaan tenaga kerja asing (TKA).

Jenis-jenis pelanggaran yang sedang diselidiki antara lain perizinan ketenagakerjaan, syarat kerja dan izin hubungan kerja, terjadinya kerja paksa dan kekerasan di tempat kerja, perdagangan manusia, pelanggaran izin TKA, potensi mempekerjakan pekerja anak maupun sarana keselamatan dan kesehatan kerja.

"Kita tegaskan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan tidak akan mentoleransi apabila terdapat penyimpangan yang dilakukan oleh pihak perusahaan dan akan melakukan tindakan tegas sesuai ketentuan yang berlaku," kata Hanif.

Pusaka Benjina Resources merupakan perusahaan PMA dengan struktur investasi oleh perusahaan asal Negara Thailand dengan izin Usaha Perikanan diterbitkan oleh Kementerian kelautan dan Perikanan No. 01.06.02.0327.5349 tanggal 28 Juni 2007.

Jumlah tenaga kerja tercatat sebanyak 1.456 orang yang terdiri atas tenaga kerja Indonesia sebanyak 251 orang dan tenaga kerja asing sebanyak 1.205 orang yang terdiri atas 1.196 TKA asal Thailand dua TKA asal Kamboja serta 20 TKA asal Myanmar.

Untuk mengantisipasi kasus serupa,maka Hanif mengatakan Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan beserta instansi lainnya juga sedang melakukan pembahasan perizinan tenaga kerja pelaut perikanan, perlindungan ABK, penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta penggunaan TKA sektor kelautan dan perikanan.

Selain itu, Kementerian Ketenagakerjaan meminta BKPM dan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk melakukan evaluasi terkait dengan perizinan investasi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.

"Kita juga meminta kepada Dirjen Imigrasi untuk memperketat pemberian fasilitas Dahsuskim (Kemudahan Khusus Keimigrasian/Kitas Perairan) kepada TKA yang akan bekerja di sektor perikanan dan kedepan diharapkan dalam pemberian fasilitas Dahsuskim agar terlebih dahulu melakukan kewajiban pembayaran DPKK (dana pendidikan keahlian dan keterampilan)," kata Hanif.

Regulasi ABK





Hanif mengatakan permasalahan TKI yang menjadi ABK kapal perikanan yang banyak ditemui adalah mereka direkrut untuk kapal- kapal penangkap ikan di perairan internasional dan bahkan terlibat penangkapan ikan ilegal.

Perusahaan agen rekrutmen TKI ABK Perikanan di Indonesia umumnya mendapatkan SIUP dari dinas perdagangan yang dikeluarkan oleh pemda-pemda di daerah.

"Selama ini banyak ditemukan kasus rekrutmen ilegal dan penipuan yang dilakukan oleh para jaringan antar negara melalui calo/ individual yang tidak bertanggung jawab, yang dapat dikategorikan sebagai trafficking in persons, bahkan terdapat informasi yang menyebutkan perekrutan ilegal dilakukan di tengah laut," papar Menaker.

Beberapa kasus permasalahan TKI ABK perikanan yang dilaporkan oleh KBRI antara lain terjadi hingga di Paraguay dan Trinidad Tobago.

Umumnya mereka meninggalkan kapal dan meminta perlindungan KBRI dengan berbagai permasalahan seperti tempat dan jam kerja tidak memadai, waktu istirahat yang tidak layak, gaji yang tidak dibayar, pemotongan dengan kurs yang rendah serta kekerasan di atas kapal.

Sementara itu, pengaturan perizinan agen perekrutan awak kapal perikanan oleh Pemerintah khususnya oleh Kementerian teknis (Kemnaker, Kemhub, Kementerian Kelautan dan Perikanan) dinilai cukup lambat sehingga para agen swasta memanfaatkan izin dari dinas perdagangan yang dapat dipastikan tidak memperhatikan aspek-aspek teknis perkapalan dan ketenagakerjaan.

Menaker menyebut pihaknya akan mengkaji ulang peraturan yang ada untuk lebih menjamin keamanan para pekerja sektor perikanan terutama bagi TKI ABK yang akan bekerja di kapal berbendara asing. (*)