KPK Izinkan Bonaran Situmeang Melayat Orang Tuanya

id KPK, Izinkan, Bonaran Situmeang, Melayat, Orang Tuanya

Jakarta, (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengizinkan Bupati Tapanuli Tengah non-aktif Bonaran Situmeang untuk melayat orang tuanya.

"Pada hari ini jaksa penuntut umum telah menerima hakim yang mengizinkan terdakwa RBS (Raja Bonaran Situmeang) untuk melayat orang tuanya yang meninggal dunia," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Priharsa Nugraha di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Bonaran adalah terdakwa dugaan pemberian Rp1,8 miliar kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar untuk memengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) kabupaten Tapteng, Sumatra Utara, pada 2011.

"Dengan pertimbangan pemakaman pada hari Kamis (7/5), melalui izin yang diberikan untuk dua hari pada Kamis (7/5) dan Jumat (8/5). Pemakaman akan dilakukan di Sibolga," tambah Priharsa.

KPK juga akan melakukan pengawalan terhadap Bonaran sepanjang perjalanan tersebut.

"Selama dalam proses tersebut RBS akan dikawal JPU dan pengawal tahanan. Ia diterbangkan pada Kamis pagi dan kembali pada Jumat pagi," tegas Priharsa.

Dalam perkara ini, jaksa menuntut Bonaran untuk dipenjara selama 6 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.

Ia didakwa berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001.

Kasus ini bermula saat KPU Kabupaten Tapanuli Tengah menetapkan pasangan Raja Bonaran Situmeang-Sukran Jamilan Tanjung sebagai pasangan calon terpilih bupati/wakil bupati dengan SK KPU tanggal 18 Maret 2011.

Atas penetapan hasil Pilkada tersebut diajukan permohonan keberatan ke MK oleh dua pemohon yaitu Albiner Sitompul-Steven Simanungkalit dan Diana Riana Samosir-Hikmal Batubara dan selanjutnya Ketua MK menerbitkan SK Nomor 158/TAP MK/2011 yang menetapkan Panel Hakim Konstitusi untuk memeriksa permohonan keberatan dengan susunan panel Achmad Sodiki (Ketua), Harjono dan Ahmad Fadlil Sumadi sebagai anggota panel.

Saat perkara permohonan keberatan sedang berproses di MK, Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi yang ikut mengadili dan memutus perkara sengketa Pilkada Tapanuli Tengah, dan meminta nomor anggota DPRD Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Bakhtiar Ahmad Sibarani.

Saat Bonaran bertemu dengan Bakhtiar di Hotel Grand Menteng, Akil menghubungi Bakhtiar dan meminta bicara dengan Bonaran melalui ponsel Bakhtiar dan meminta uang Rp3 miliar.

Meski awalnya meminta Rp3 miliar akhirnya permintaan berkurang menjadi Rp2 miliar dan diminta untuk dikirim melalui CV Ratu Samagat milik istri Akil, Ratu Rita Akil.

Menindaklanjuti permintaan Akil Mochtar dilakukan pertemuan di rumah terdakwa di perumahan Era Mas 2000 di Pulogebang Jakarta Timur yang dihadiri Bonaran, Bakhtiar Ahmad Sibarani, Syariful Pasaribu, Aswar Pasaribu, Hetbin Pasaribu dan Daniel Situmeang.

Dalam pertemuen tersebut, Bakhtiar Ahmad Sibarani menyampaikan permintaan Akil Mochtar sambil menunjukkan SMS dari Akil Mochtar.

Kesepakatannya adalah Bonaran meminjam uang Arif Budiman sebesar Rp1 miliar dan uang Rp1 miliar milik Aswar Pasaribu.

Pada 17 Juni 2011, di Bank Mandiri cabang Depok Jalan Margonda Raya Depok, Bakhtiar Ahmad Sibarani dan Subur Effendi mentransfer uang Rp900 juta ke rekening CV Ratu Samagat pada Bank Mandiri KC Diponegoro atas nama Ratu Rita Akil, istri dari Akil Mochtar dengan menuliskan berita dalam slip setoran 'angkutan batu bara' sesuai permintaan Akil Mochtar.

Setelah mengirimkan uang, Bakhtiar kemudian melapor ke Akil Mochtar namun Akil mengatakan bahwa uang itu kurang.

Selanjutnya Bonaran meminta Hetbin Pasaribu menemani Daniel Situmeang untuk mengambil uang dari Aswar Pasaribu dan Syariful Pasaribu sebesar Rp1 miliar dan pada 20 Juni 2011 di Bank Mandiri Cibinong, Hetbin Pasaribu mengirimkan uang sebesar Rp900 juta ke rekening CV Ratu Samagat dengan berita angkutan batu bara.

Selanjutnya pada 20 Juni 2011, dilakukan rapat permusyawratan hakim yang dihadiri oleh seluruh hakim konstitusi yang salah satunya adalah Akil Mochtar dan semua hakim dimintai pendapat dan hasilnya dibacakan permohonan keberatan pada 24 Juni 2011 dengan amar putusan menolak permohonan untuk seluruhnya. (*)