Yuddy: Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi Bottom-Up Diperlukan Indonesia

id Yuddy Chrisnandi

Jakarta, (Antara) - Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi menilai kebijakan pemberdayaan ekonomi dari bawah ke atas (bottom-up) diperlukan sebagai langkah pertama dalam merumuskan pembangunan nasional.

"Dalam merumuskan kebijakan pembangunan ekonomi nasional diperlukan sedikitnya delapan langkah. Pertama, model kebijakan pemberdayaan ekonomi dari bawah ke atas yang menasional, sehingga bisa menjadi salah satu pilar penyangga kekuatan ekonomi bangsa dengan mengembangkan industri berbasis keunggulan derah," kata Yuddy dalam pidatonya di Universitas Nasional Jakarta, Sabtu.

Pidato tersebut disampaikan Yuddy saat acara pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar dalam bidang Pembangunan Ekonomi Industri dan Kebijakan Publik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Nasional, Pasar Minggu Jakarta.

Kedua, lanjut Yuddy, diperlukan kebijakan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui kebijakan yang mendapat dukungan dari seluruh pemangku kepentingan dalam struktur pemerintahan di tingkat bawah sampai pusat, baik secara aspek identifikasi, perencanaan program sampai pada perancangan program secara terpadu namun tetap dinamis.

Ketiga, pemberdayaan ekonomi masyarakat, industri rumah tangga atau industri kecil dan menengah padat karya yang menitikberatkan pada potensi lokal, pengelolaan sumber daya alam dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan, pendampingan pemerintah, serta mendesak penyertaan dana corporate social responsibility (CSR), baik dari BUMN maupun swasta.

"Selanjutnya yang keempat, pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan nasional, bukan menjadi ukuran akhir dalam menilai keberhasilan pembangunan, tetapi lebih ditekankan pada bagaimana mengukur kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang 'pro poor', 'pro job' dan 'pro growth'," ujarnya.

Kelima, perlunya pendirian lembaga perbankan yang mengelola keuangan khusus untuk pemberdayaan ekonomi rakyat, seperti petani, nelayan, buruh, serta kegiatan usaha kecil rakyat, yang 40 hingga 50 persennya adalah kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

"Karena itu, pembangunan ekonomi Indonesia tidak cukup dengan mengejar tingkat pertumbuhan gross domestic production (GDP). Sudah saatnya ditetapkan kebijakan pembangunan yang secara eksplisit merumuskan berapa bagian dari target pertumbuhan GDP yang akan disumbangkan oleh kelompok masyarakat berpendapatan rendah, ujar Yuddy.

Langkah keenam, ucap Yuddy, adanya daya dukung yang cukup dan ketersediaan energi terbarukan ramah lingkungan, agar pembangunan eknomi industri dapat berkelanjutan bagi kepentingan generasi mendatang serta tidak merusak lingkungan di mana masyarakat berada.

Ketujuh, pemerintah perlu segera memiliki rancangan pembangunan industri berjangka panjang sebagai payung, target dan kemana arah pembangunan ekonomi industri yang memberikan jaminan kesejahteraan rakyat.

"Terakhir, strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi sangat ditentukan oleh faktor-faktor pentingnya pemerintah yang bersih dan kuat, penegakan hukum dan stabilitas politik dalam negeri," ujarnya.

Saat ini, lanjut Yuddy, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berkomitmen membangun Indonesia lebih baik, berwibawa, mandiri, demokratis serta meningkatkan pembangunan ekonomi yang bersandarkan pada pro poor, pro job dan pro growth demi terciptanya Indonesia yang kuat juga makmur, yang dirumuskan sebagai Nawacita.

"Nawacita ini mendorong lahirnya kebijakan ekonomi kesejahteraan sosial (ekoteros) melalui penguatan pembangunan yang tidak hanya bertumpu pada wilayah perkotaan, tetapi juga pedesaan dan daerah pelosok," katanya.

Yuddy menambahkan, untuk menjawab paradigma pembangunan ekonomi industri yang berbasis ekoteros ini, harus menitikberatkan keseimbangan pro pasar ke pro rakyat untuk kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia yang dikembangkan dengan berbasis pada keunggulan komparatif serta potensi daerah.

"Daerah dapat mengembangkan pembangunan ekonomi industrinya dengan melihat kemampuan material, sumber daya alam serta sumber daya manusia secara simultan, sesuai dengan kebutuhan daerah dan mendorong keadilan ekonomi nasional," ucap Politisi Hanura tersebut.

Yuddy juga menegaskan kemajuan yang telah dicapai dalam pembangunan ekonomi Indonesia juga harus dilihat dalam perspektif kesejahteraan rakyat. "Apakah rakyat benar-benar menikmati hasil pembangunan ekonomi yang dilaksanakan melalui berbagai kebijakan pemerintah. Kita juga tidak boleh malu untuk terus belajar ke sejumlah negara yang lebih maju," kata Yuddy menambahkan. (*)