Meski Miskin, Neni Tetap Tegar Asuh Anaknya yang Lumpuh

id Neni, warga, miskin,

Painan, (Antara) - Neni perempuan berusia 46 tahun itu dengan penuh kasih sayang merawat anaknya Febri (20). Sejak kecil putra ketiganya lumpuh. Tetapi janda tiga anak itu tanpa kenal lelah terus berjuang membesarkan anaknya yang saat ini hanya bisa terduduk lemah.

Jika anak seumur Febri ini sedang duduk di bangku kuliah atau pun sudah bekerja namun karena menderita lumpuh total, dari urusan makan sampai buang air besar masih dibantu ibunya.

Berasal dari keluarga sederhana yang tinggal di kampung Sei Pampan, Kecamatan Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar, mereka hanya bisa pasrah dengan kondisi Febri Hermadanil.

Neni sosok ibu yang tegar tanpa wajah meminta belas kasihan yang diperlihatkan dan ia bergegas ke rumah tetangganya tempat anaknya sedang bermain.

"Ini anak saya Febri," kata Neni dengan bangga memperkenalkan anaknya yang kemana-mana harus dipangku.

Ketika Neni bekerja, Febri akan dititipkan ke tetangga sebelah. Pada wajah Neni yang tegar, masih tersimpan beribu harapan yang sepertinya tidak mau diungkapkan kepada banyak orang.

Begitu juga dengan Febri, dengan segala keterbatasan yang ia miliki, wajahnya tetap tersenyum optimistis kepada orang-orang di sekitarnya.

Saat ditanya berapa umurnya, "satu tahun," jawabnya diiringi senyumnya yang khas.

Neni segera menimpali, selain kondisi tubuh Febri yang lumpuh, kata-kata yang ia ucapkan juga kurang jelas dan bermasalah dengan daya ingat.

Neni juga menceritakan ia dengan suaminya telah bercerai beberapa bulan setelah Febri lahir.

Ketika ditanya, apa penyakit yang diidap Febri, ia dengan polos malah melirik ke tetangga sebelah seolah meminta jawaban.

Bomil (25) tetangganya, segera menangkap sinyal yang diberikan Neni dan menjawab bahwa kelumpuhan yang dialami Febri sudah diketahui keluarga sejak ia masih balita.

"Kami sudah tahu sejak Febri masih kecil," ujarnya.

Neni mengatakan sejak ia mengetahui penyakit Febri, sampai sekarang belum ada bantuan dari pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pusat.

Ketika ditanya apakah ada petugas dari pemerintah yang datang mendata untuk memberikan bantuan, ia mengatakan sempat ada yang datang untuk mendata.

"Dulu ada petugas yang datang dan Febri pun sempat difoto namun sampai sekarang kami belum dapat informasi lanjutan," ungkapnya lirih.

Sigus (50) tetangga lainnya mengatakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari Neni menggantungkan ekonomi keluarga kepada kakak kedua Febri.

"Febri punya dua orang saudara, yang satu sudah menikah dan satu lagi masih lajang dan dia yang membantu perekonomian keluarga selama ini," terangnya.

Ia mengatakan kakak Febri yang masih lajang itu, bekerja serabutan.

"Kadang ia bekerja kadang tidak, tapi dia yang selama ini membantu perekonomian keluarganya dan tidak tahu nanti seperti apa apabila sudah menikah," ungkapnya.

Sementara itu, Wali Nagari Koto Nan Tigo IV Koto Hilie Yusrizal membenarkan semenjak Febri mengalami kelumpuhan belum ada bantuan dari pemerintah yang diterima keluarga itu.

"Sebelum saya menjabat dan sampai saya menjabat setahu saya belum ada bantuan dari pemerintah," terangnya.

Ia juga mengatakan, bahwa secara lisan telah menginformasikan kondisi terkini warganya itu kepada pemerintah setempat.

"Beberapa waktu yang lalu saya sudah berikan laporan, dan petugas dari Dinas Sosial Kabupaten Pesisir Selatan pun datang untuk mendata dan namun sampai sekarang belum ada bantuan nyata dari pemerintah," ujarnya.

Sementara itu, Petugas Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Batang Kapas Amrizal, mengatakan bahwa Febri sudah masuk dalam data Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat namun masih masuk di daftar tunggu.

"Di kecamatan ini ada delapan orang masuk kategori cacat berat namun hanya dua orang yang masuk data Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat sedangkan enam lainnya masuk daftar tunggu, termasuk di dalamnya ada Febri," katanya.

Ia menjelaskan daftar tunggu yang dimaksud adalah apabila ada dari mereka yang terdaftar pindah alamat atau meninggal dunia maka akan digantikan oleh orang yang berada di daftar tunggu.

Sebelumnya, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Sumbar Abdul Gafar melalui Kepala Bidang Rehabilitas Sosial Suyanto mengatakan sebanyak 1.098 orang penyandang disabilitas berat di Sumbar terdata sebagai penerima kartu asistensi sosial penyandang disabilitas berat.

"Mereka yang terdata bisa mengambil bantuan ke kantor pos, namun disesuaikan dengan wilayah masing-masing apakah sudah ada dana atau belum," katanya.

Ia menjelaskan, bantuan yang bisa diambil dari kartu asistensi tersebut setiap bulannya Rp300 ribu yang diambil empat bulan sekali.

Dia mengatakan, dana yang diambil di kantor pos itu jangan disalahgunakan seperti membayar angsuran sepeda motor atau pun barang elektronik lainnya.

"Alangkah baiknya digunakan untuk membeli kebutuhan harian seperti pencukupan gizi, kasur, baju," jelasnya.

"Sebanyak 1.098 orang itu tersebar di kabupaten dan kota di Sumbar kecuali Kota Bukittinggi," katanya.

Menurut Suyanto, Kota Bukittinggi sejak 2014 sudah menangani sendiri warganya yang menyandang disabilitas berat melalui APBD daerah setempat.

Sementara itu, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, dari total 163 ribu penyandang disabilitas berat (orang dengan kecacatan berat/ODKB) di Indonesia baru 22.000 yang mendapatkan bantuan sosial.

"Penyandang disabilitas berat ada 163 ribu, tapi APBN kita baru bisa menyapa 22 ribu. Kita harapkan dukungan Kementerian Keuangan dan DPR agar semua mendapat layanan ini," katanya.

Bantuan asistensi tersebut diharapkan bisa membantu keluarga yang anggota keluarganya mengalami cacat berat sebab kebanyakan mereka tidak diasuh oleh orang tuanya, sebagian dititip oleh keluarga, ke neneknya atau orang lain.

Mungkin masih banyak Febri lainnya yang juga hidup ditengah keterbatasan namun tetap mandiri tanpa mengharapkan bantuan dari orang lain, akan tetapi sudah seharusnya pemerintah turun tangan untuk mengakomodasi mereka yang memiliki keterbatasan agar hidup lebih layak. (*)