Politisi PDIP Minta Audit KPU Ikuti Jadwal

id PDIP

Jakarta (Antara) - Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Adian Napitupulu meminta audit terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh Badan Pemeriksa Keuangan mengikuti jadwal secara periodik yang telah ditentukan oleh negara.

"Kan KPU itu adalah lembaga negara jadi mau tidak mau akan diaudit secara periodik, tunggu saja auditnya secara periodik, mau apa sekarang dilakukan seperti yang diminta beberapa anggota Komisi II DPR itu," kata Adian setelah diskusi bertajuk 'Menghitung Problematika Pilkada Serentak' di Menteng, Jakarta, Sabtu.

Menurut Adian, audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut jika mau dilakukan diluar jadwal yang diatur secara berkala, harus ada temuan istimewa, jangan hanya berdasarkan perasaan saja.

"Misalnya, temuan istimewa tersebut, ketua KPU memiliki rumah sangat mewah itu baru temuan, jika sekarang kan hanya berdasarkan perasaan saja ini tidak bisa, karena Indonesia bukan republik perasaan," ujarnya.

Ketika ditanya apakah saran audit pada KPU ini ada hubungannya dengan rencana revisi Undang-Undang Pilkada dan partai politik yang dilontarkan oleh Komisi II DPR RI, Adian mengatakan usulan tersebut tidak datang dari semua anggota legislator namun dia juga memandang ada kemungkinan dua hal tersebut ada hubungannya.

"Pertama itu tidak semua anggota DPR yang mengusulkan, lalu saya lihat bisa saja jalannya diputar kesana untuk menekan pelaksana pemilu, jika tidak, apa relevansinya dan mengapa harus dilakukan sekarang. Jangan kemudian untuk menekan KPU agar terjadi revisi baik uu maupun pkpu, malah mengancam untuk diaudit, tunggu aja auditnya secara periodik ada kok," ujarnya.

Sementara itu Ketua KPU Husni Kamil Manik mengapresiasi rencana BPK untuk mengaudit dana anggaran penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2015 di 269 daerah penyelenggaraan pilkada saat awal tahapannya.

"Lebih awal dilakukan audit maka kami akan mendapatkan catatan lebih awal. Kami akan supervisi daerah untuk bisa memedomani aturan pengelolaan anggaran negara," kata Husni.

Untuk penyelenggaraan pilkada, Husni menekankan, BPK tidak bisa mengaudit KPU pusat sebab Undang-Undang Pilkada menyebut pelaksanaan pilkada kali ini dibiayai oleh APBD. Husni juga tidak mengetahui audit macam apa yang hendak dilakukan BPK saat ini, karena pada dasarnya KPU sebagai lembaga negara yang memiliki anggaran, bertanggung jawab terhadap negara dan mengalami audit secara rutin.

Sebelumnya Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti hasil audit yang dilaporkan BPK terhadap penggunaan anggaran KPU. Karena ada temuan mengejutkan atas audit pada lembaga penyelenggara pemilu ini yang menemukan ada potensi kerugian negara.

Seharusnya, kata Fadli Zon, KPU tidak boleh mempunyai kesalahan dalam menjalankan tugasnya, terlebih kesalahan yang dilakukan KPU ini dinilai cukup banyak sehingga ada indikasi kerugian negara sebesar Rp34 miliar.

"Saya kira ini juga perlu ditindaklanjuti oleh lembaga seperti KPK atau Bareskrim, supaya ada satu penjelasan dari laporan ini supaya tidak hanya jadi dokumen," kata Fadli Zon di Komplek gedung DPR, Jumat (29/5).

Fadli menegaskan dengan hasil audit BPK ini, maka jelas bahwa yang dilakukan Komisi II dengan meminta BPK mengaudit KPU sudah terbukti tidak berhubungan dengan agenda revisi UU Pilkada. (*)