PAS: Capim KPK harus Prioritaskan Penuntasan BLBI

id Capim, KPK, Penuntasan, BLBI

PAS: Capim KPK harus Prioritaskan Penuntasan BLBI

Ilustrasi. Tim seleksi Capim KPK. (ANTARA FOTO)

Jakarta, (AntaraSumbar) - Peneliti Pusat Advokasi dan Studi Indonesia (PAS Indonesia) Taufik Riyadi mengatakan penuntasan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) harus menjadi prioritas calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Kasus ini akan menjadi bahaya laten jika tidak segera diselesaikan," ujar Taufik di Jakarta, Minggu.

Dia menambahkan Panitia Seleksi KPK (Pansel KPK) diharapkan bisa menyeleksi calon pimpinan KPK yang mau memprioritaskan kasus-kasus lawas yang menjadi perhatian publik seperti BLBI.

BLBI meninggalkan beban obligasi rekapitalisasi sebesar RP422,6 triliun. Obligasi rekap mencakup empat bank BUMN sebesar Rp279,4 triliun, bank swasta RP141,96 triliun, dan untuk 12 BPD senilai Rp1,23 triliun.

Dia menilai, pemilihan calon pimpinan KPK ini bisa menjadi momentum untuk memilih calon-calon komisioner KPK yang terbaik ke depannya.

"Kami berharap, Pansel KPK menjalankan tugas sesuai dengan harapan masyarakat banyak."

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar juga memandang sudah saatnya KPK mengungkap kasus korupsi yang melibatkan aktor besar, modus yang canggih, dan menyebabkan kerugian negara yang besar.

"Tidak hanya mengungkap kasus korupsi pengadaan barang dan suap. Untuk mengungkap kasus korupsi tingkat tinggi, perlu penegak hukum yang kuat dan berani. Pemberantasan korupsi harus dilakukan secara berjamaah," kata Dahnil.

Dahnil mendukung kerja tim pansel KPK untuk bekerja proaktif, objektif, dan fokus dalam mencari pimpinan KPK yang berani dan profesional dalam menjaga agenda pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Kami juga meminta Presiden Jokowi untuk tidak melakukan kompromi dalam bentuk apapun kepada para konglomerat obligor BLBI dan memasukkan mereka yang bersalah ke dalam daftar hitam pengusaha bermasalah. Hal tersebut penting karena mereka tengah berupaya keras mengambil lagi aset - aset yang pernah disita negara. Kita lihat secara telanjang mereka melakukannya via proses hukum," tukas Dahnil. (*)