Legislator Minta Batalkan Masukkan Pasal Penghinaan Presiden

id Pasal Penghinaan Presiden

Jakarta, (Antara) - Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil meminta Pemerintah membatalkan rencana memasukkan pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

"Menurut saya, presiden harus mengurungkan niatnya untuk meminta agar pemerintah, dalam hal ini Kemenkumham, walau sudah masuk dalam usulan agar menarik usulan itu," kata Nasir Djamil di Jakarta, Rabu.

Nasir mengatakan memasukkan pasal itu merupakan salah satu bentuk kemunduran dan mencerminkan pemerintah tidak taat hukum. Hal itu menurut dia, pasal tersebut sudah dibatalkan MK sehingga tidak punya kekuatan hukum lagi.

"Ibarat orang sudah mati lalu hidup lagi, pasal zombie. Kalau dihidupkan lagi, ini berpotensi menjadi zombie dan bakal menakutkan," ujarnya.

Politisi PKS itu menilai apabila pasal itu tetap dimasukkan maka terkesan Presiden Joko Widodo anti kritik.

Dia mengatakan seorang kepala negara dan kepala pemerintahan harus siap menerima kritik dan mengorbankan diri untuk kepentingan bangsa serta negara.

"Jadi seolah-olah ingin membentengi Presiden Jokowi dari kritik pada kinerjanya. Bisa jadi ini ingin menunjukkan saya tidak boleh dikritik, sebagai presiden harus siap terima risiko, apa pun itu," katanya.

Dia menilai lebih baik masyarakat diarahkan memberikan kritik sesuai aturan daripada memasukkan pasal tersebut. Menurut dia, sudah ada aturan bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat di depan umum.

Sebelumnya MK pada Desember 2006 telah memutuskan pasal 134, 136 dan 137 KUHP tentang penghinaan terhadap Presiden dibatalkan karena dinilai secara konstitusional bertentangan dengan pasal 28D ayat 1 UUD 1945.

MK menilai pasal itu dapat menghambat upaya komunikasi dan perolehan informasi dan berpeluang menghambat hak atas kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan, tulisan dan ekspresi sikap.

Presiden Joko Widodo mengajukan 786 Pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ke DPR RI untuk disetujui menjadi UU KUHP.

Dari ratusan pasal yang diajukan itu, Presiden Jokowi menyelipkan satu Pasal mengenai Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden. Pasal tersebut sebenarnya sudah dihapuskan Mahkamah Konstitusi (MK) sejak 2006.

Pasal tersebut tercantum dalam Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP yang berbunyi: "setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".

Pasal selanjutnya semakin memperluas ruang lingkup Pasal Penghinaan Presiden yang tertuang dalam RUU KUHP, seperti dalam Pasal 264, yang berbunyi:

"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV". (*)