Pemerhati: Songket Silungkang Harus Berani Keluar Pakem

id Songket Silungkang

Sawahlunto, (Antara) - Pemerhati songket asal Swiss, Bernhard Bert, menilai penggunaan kain songket Silungkang asal Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, sebagai bahan pakaian jadi masih membutuhkan beberapa inovasi baru tanpa harus meninggalkan nilai tradisi dan sejarah yang melekat pada kerajinan yang sudah berumur ratusan tahun tersebut.

"Pengrajin harus berani keluar dari pakem yang sudah diwariskan secara turun temurun, seperti penggunaan jenis benang, kombinasi motif yang lebih mengutamakan estetika dan selera pasar, serta proses penenunan benang menjadi kain," kata dia di Sawahlunto, Sabtu.

Menurutnya, songket Silungkang memiliki sifat kain yang keras dan kaku sehingga kurang nyaman dipakai sehari-hari, akibatnya peluang pasar yang tersedia pun menjadi terbatas, karena hanya bisa digunakan oleh orang-orang atau beberapa kegiatan tertentu saja.

Pemberian motif yang terlalu banyak dan tidak mengindahkan nilai-nilai estetika serta selera pasar, dikhawatirkan akan menghambat perkembangan pemasaran hasil produksi pengrajin, sehingga pekerjaan berbulan-bulan untuk menghasilkan songket yang berkualitas menjadi sia-sia dan tidak memiliki nilai tambah bagi para petenun songket, sebagai ujung tombak produksi songket Silungkang.

"Menurut pengamatan saya, hal itu juga dipicu oleh ketidakjelian para pedagang songket yang biasanya juga bertindak sebagai pemodal, untuk melakukan terobosan-terobosan seperti yang dilakukan kerajinan jenis tekstil lainnya di Indonesia, seperti batik, ulos, songket Sambas dan lain sebagainya," kata dia.

Dia mengatakan, untuk beberapa jenis songket yang ada, sebagian diantaranya sudah melakukan inovasi-inovasi baru sebagai salah satu strategi dalam meraih persentase pasar, semuanya masih mampu mempertahankan keaslian motif yang dihasilkan walaupun sudah disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Khusus songket Silungkang, motif yang muncul merupakan bentuk-bentuk yang sudah ada sejak awal dikenal, seperti motif Pucuak Rabuang, Saik Galamai, Bijo Mantimun, Kaluak Paku, Sirangkak Bakuruang, Buruang Dalam Rimbo dan lain sebagainya.

"Secara tradisi, motif tersebut harus dipertahankan karena memiliki kekhasan yang tidak dimiliki daerah lain, namun sebagai mahakarya seni pertekstilan yang membutuhkan penetrasi pasar, tentu perlu dipikirkan bagaimana motif tersebut tidak selalu ditampilkan beriringan dalam selembar kain," kata dia.

Terkait upaya pemerintah kota itu untuk memperkenalkan songket secara luas di dunia internasional, sebagai individu yang pernah tinggal di kawasan Eropa dia mengingatkan tentang pentingnya mempelajari cara hidup serta kebiasaan masyarakat di kota-kota di benua itu yang menjadi pusat mode dunia.

"Warga di Eropa dikenal sebagai kelompok masyarakat yang lebih menyukai keluwesan dan memiliki cara hidup yang simpel, fakta ini harus menjadi catatan apabila songket silungkang ingin menembus pasar masyarakat ekonomi Eropa," kata dia.

Sementara itu, salah seorang pengusaha songket asal Pandai Sikek, Kabupaten Tanah Datar, Putri Ayu(24), mengatakan pengrajin didaerahnya sudah melakukan beberapa pengembangan dari jenis songket asal daerah itu.

"Salah satunya adalah dengan menggabungkan kerajinan songket dengan kerajinan sulaman suji Koto Gadang dalam selembar kain, sehingga memunculkan sebuah kreasi baru dengan menggabungkan jenis - jenis motif lama dari dua sumber kerajinan yang berbeda," kata dia.

Menurutnya, strategi tersebut cukup jitu dalam upaya meluaskan segmen pasar kerajinan songket karena lebih mampu mengikuti selera konsumen, yang tidak semuanya membeli dengan alasan nilai sejarah dan karya seni.

Sebagian besar akan memilih kain yang nyaman dipakai dan memiliki sifat luwes dan bisa digunakan dimana saja, sebagai pakaian resmi mereka.

Di samping itu, lanjutnya, memasarkan kain songket Pandai Sikek secara online juga dilakukannya, agar perluasan segmentasi pasar songket bisa dilakukan secara cepat dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.

"Tinggal lagi, bagaimana pihak pemerintah bisa menjamin ketersediaan kebutuhan bahan baku benang serta turut mempromosikannya dalam berbagai kesempatan, sehingga permintaan pasar terhadap songket semakin meningkat yang muaranya tentu akan meningkatkan omzet pengrajin dan pedagang," kata dia.

Sebelumnya, Wali Kota Sawahlunto, Ali Yusuf, mengatakan kerajinan Songket Silungkang yang menjadi salah satu primadona industri kecil menengah (IKM) di kota itu, dipersiapkan untuk mampu menembus pasar Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) serta beberapa kota besar di Amerika.

Mereka menilai, jelasnya, kualitas songket Silungkang tersebut cukup memenuhi syarat untuk dipasarkan di dunia internasional, karena keunikan serta keragaman motif dan nilai sejarah yang melekat pada kerajinan yang merupakan kearifan lokal masyarakat kota itu, sejak berabad-abad silam. (*)