GLMH Sumbar: Tingkatkan Pengawasan Terhadap Penegak Hukum

id Awasi Penegak Hukum

Padang, (Antara) - Pegiat anti korupsi dari Gerakan Lawan Mafia Hukum (GLMH) Sumatera Barat, Miko Kamal menekankan perlunya peningkatan pengawasan terhadap penegak hukum terkait adanya ketakutan penggunaan anggaran oleh pemerintah daerah.

"Pengawasan terhadap penegak hukum diperlukan khususnya terhadap kepolisian dan kejaksaan," katanya di Padang, Sabtu.

Pengawasan ini lanjutnya, untuk menghindari penggunaan kesempatan oleh aparat hukum dalam pelaksanaan proyek pekerjaan.

Karena ia menilai ada indikasi perbuatan itu oleh oknum aparat.

"Ada indikasi oknum penegak hukum sengaja mencari-cari atau mengganggu pelaksanaan proyek ataupun pengadaan barang dan jasa, mencari-cari kesalahan dan menjadikan peraturan hukum untuk menakut-nakuti. Jika pelaksana proyek tidak mau "bersahabat", maka kasus akan diproses," katanya.

Buktinya, lanjut Miko, ada beberapa kasus korupsi yang ternyata di tingkat pengadilan divonis bebas oleh majelis hakim.

Ia mengatakan, dalam pengawasan itu pimpinan aparat kepolisian dan kejaksaan harus aktif. Termasuk juga pengawas dari luar intitusi seperti Komisi Kejaksaan (Komjak), dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

Pemerintah daerah tidak perlu takut mencairkan anggaran selagi tidak melanggar peraturan perundang-undangan, Petunjuk Teknis (Juknis), dan aturan lainnya.

Ia mengatakan pemerintah harus memaksimalkan fungsi bagian hukum yang terdapat di sekretariat pemerintah daerah. Termasuk juga berkonsultasi dengan inspektorat, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Pemerintah juga bisa menggunakan jasa konsultan hukum jika memang dinilai perlu," katanya.

Pada bagian lain, Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Brigjen Pol Bambang Sri Herwanto, mengatakan ketakutan tersebut tidak perlu terjadi karena aturan dan relugasi pencairan anggaran sudah ada.

"Selama tidak ada aturan yang dilanggar, seperti mark up harga, kwitansi fiktif, dan suap, tidak akan ada yang tersangkut masalah hukum," tegasnya.

Semua pihak harus memiliki pandangan yang sama bahwa pembelanjaan kepentingan negara untuk menyejahterakan masyarakat, sehingga harus mengesampingkan kepentingan perorangan dan atau kelompok.

Sedangkan Kepala Biro Administrasi Pembangunan dan Kerjasama Rantau Sekretariat Daerah Provinsi Sumbar, Muhammad Yani mengatakan kendala realisasi fisik dan keuangan di Sumbar lebih kepada evaluasi Kemendagri terhadap APBD 2015.

Meski demkian, realisasi fisik Sumbar hingga akhir Juli 2015 cukup baik dengan menempati posisi ke lima dari 34 provinsi di Indonesia, dengan persentase mencapai 58,54 persen.

Sedangkan untuk realisasi keuangan sesuai data Sistem Informasi Monitoring dan Evaluasi Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (Sismontep), Sumbar berada pada urutan 10 secara nasional dengan capaian 45,40 persen di atas target yang dipatok sebanyak 38,75 persen.

"Saat ini dari 431 paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di Sumbar, sebanyak 397 paket masih dalam proses lelang, atau setara dengan capaian 92,11 persen. Sementara 320 paket telah telah selesai dilelang dengan pencapaian 77,03 persen," jelasnya. (*)