Ketua MPR Minta Pemda Maksimalkan Penyerapan Anggaran

id Maksimalkan Penyerapan Anggaran

Jakarta, (Antara) - Ketua MPR RI Zulkifli Hasan meminta Pemerintah di daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota untuk memaksimalkan penyerapan anggaran yang sudah ditentukan dalam APBD dan APBN yang telah disahkan.

"Kami minta pemerintah daerah untuk memperbesar serapan anggaran di daerah masing-masing," kata Zulkifli Hasan dalam rilis Humas MPR RI yang diterima di Jakarta, Rabu.

Menurut Zulkifli, bila pemda dapat memperbesar penyerapan yang baik maka hal tersebut akan menimbulkan efek yang baik bagi perputaran ekonomi di berbagai daerah.

Ketua MPR mengungkapkan, penyerapan anggaran di sejumlah daerah masih sangat rendah, seperti contohnya penyerapan APBD untuk DKI Jakarta masih sekitar 18 persen.

Dengan penyerapan anggaran yang lebih besar, lanjutnya, maka pembangunan di daerah juga akan berjalan sehingga juga otomatis memutar roda perekonomian.

Zulkifli juga menegaskan agar kepala daerah tidak perlu takut dalam menggunakan anggaran karena yang terpenting adalah keikhlasan dalam membangun daerahnya masing-masing.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (24/8) mengatakan penyerapan anggaran daerah masih terkendala masalah hukum yang dihadapi para kepala daerah sehingga menyebabkan ketakutan di kalangan penggunanya.

"Masalah hukum ini yang menjadi salah satu isu sehingga penyerapan anggaran agak tersendat," ujar Luhut seusai mendampingi Presiden Joko Widodo dalam rangkaian agenda rapat koordinasi percepatan program-program pembangunan.

Sampai saat ini belanja APBN baru sekitar 50 persen dan belanja modal yang terealisasi mencapai 20 persen. Selain itu, jumlah dana daerah yang masih mengendap di bank sangat besar, yaitu sekitar Rp 273 triliun.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta para penegak hukum, yaitu Polri, KPK dan kejaksaan, untuk menghormati hak klarifikasi dalam proses penyerapan anggaran di daerah, termasuk jika ada pejabat yang diduga melakukan penyalahgunaan dana negara.

"Jika ada dugaan penyelewengan anggaran, penegak hukum tidak boleh langsung melakukan pemeriksaan terhadap terduga karena ada waktu 60 hari bagi pemerintah daerah ataupun Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan klarifikasi, sehingga pejabat tidak ketakutan," katanya setelah meresmikan Program Studi Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia, di Gedung UKI, Jakarta, Kamis (27/8).

Misalnya, jika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan tindakan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan atas anggaran, pemda dan Kemendagri memiliki waktu 60 hari untuk melakukan klarifikasi. Penegak hukum harus menghormati hal ini dan jangan sampai sebelum 60 hari, kepolisian, KPK, kejaksaan langsung melakukan pemanggilan pejabat daerah yang bersangkutan.

Sedangkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis menyatakan, tidak ada pemeriksaan keuangan yang ditujukan untuk menghambat penyerapan anggaran negara.

"Kami katakan tidak ada target seperti itu, jaksa agung, kepolisian dan aparat penegak hukum lain juga," kata Harry dalam kunjungan ke Kota Sorong Provinsi Papua Barat, Kamis (27/8).

Harry menyebutkan, prinsip pengelolaan negara yang transparan dan akuntabel harus tetap dikedepankan untuk menjamin penggunaan anggaran yang baik. (*)