Menkeu: Kereta Cepat Tidak Boleh Pakai APBN

id Kereta Cepat

Jakarta, (Antara) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan skema pembiayaan proyek kereta cepat yang sedang diminati investor Jepang dan Tiongkok tidak boleh menggunakan dana dari APBN.

"Kereta cepat kalau dibangun tidak boleh memakai APBN atau terkait APBN. Kapanpun dan berapapun tidak boleh," katanya di Jakarta, Kamis.

Menkeu mengatakan prinsip tersebut harus menjadi pertimbangan pemerintah sebelum memilih investor yang tepat dalam proyek transportasi yang menghubungkan antara Jakarta-Bandung tersebut.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan rekomendasi proyek kereta cepat yang sedang diperebutkan oleh Jepang dan Tiongkok telah selesai dan siap dilaporkan kepada Presiden.

"Kita sudah punya rekomendasinya. Cuma rekomendasinya kita mau laporkan besok ke Presiden," ucap Darmin seusai rapat koordinasi membahas kelanjutan proyek kereta cepat di Jakarta, Rabu malam (2/9).

Darmin mengatakan rekomendasi tersebut didapat setelah mendengar laporan yang dipaparkan oleh konsultan independen yaitu Boston Consulting Group (BCG) terkait beberapa aspek penilaian dari proyek infrastruktur tersebut.

Ia menambahkan ada empat faktor penilaian yang bisa menjadi pertimbangan dalam memutuskan investor kereta cepat itu yaitu komitmen dan risiko yang ditanggung pemerintah, teknologi, dampak sosioekonomi dan rencana proyek.

Dari penilaian konsultan tersebut, kata Darmin, terlihat bahwa Jepang memiliki keunggulan dalam hal teknologi kereta api cepat, sedangkan Tiongkok mempunyai kelebihan dalam hal dampak sosioekonomi.

Proyek kereta cepat Indonesia yang diwacanakan sekelas "Shinkansen" dengan kecepatan 300 kilometer per jam akan melayani rute Jakarta-Bandung. Namun, dalam dokumen studi kelayakan Jepang, terdapat wacana rute kereta cepat ini juga akan melayani konektivitas ke Cirebon, bahkan hingga Surabaya.

Untuk rute Jakarta-Bandung, kereta cepat diperkirakan mampu memangkas waktu tempuh perjalanan dua hingga tiga jam, menjadi sekitar 37 menit.

Jepang sudah terlebih dahulu melakukan studi kelayakan tahap pertama dan menyerahkan proposal kepada pemerintah. Menurut data Bappenas, dari proposal Jepang diketahui biaya pembangunan rel dan kereta cepat sebesar 6,2 miliar dolar AS.

Sedangkan, Tiongkok melakukan studi kelayakan, setelah Jepang. Dari proposal Tiongkok, kebutuhan investasi untuk pembangunan rel dan kereta cepat sebesar 5,5 miliar dolar AS. (*)