Peneliti: Perbaikan Sistem Layanan Atasi Pelemahan Rupiah

id Perbaiki Sistem Layanan Atasi Pelemahan Rupiah

Jakarta, (Antara) - Peneliti senior Center for Information and Development Studies (CIDES), Hilmi R Ibrahim, mengatakan perbaikan sistem layanan ekspor-impor dapat mengatasi pelemahan rupiah yang terjadi pada saat ini.

"Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian atau Lembaga pemberi/ rekomendasi teknis, sesungguhnya tidak terkait dengan masalah "dwelling time" yang kini diributkan berbagai pihak karena dituding menjadi sumber biaya tinggi," ujar Hilmi di Jakarta, Kamis.

"Dwelling time" merupakan waktu yang dibutuhkan sejak kontainer dibongkar dari kapal sampai dengan ke luar dari kawasan pelabuhan.

Semua perizinan impor dan rekomendasi dari kementerian atau lembaga pemberi rekomendasi teknis, lanjut dia, secara normatif harus terbit sebelum impor.

"Artinya Importir seharusnya baru memulai kegiatan impor setelah dokumen-dokumen yang dipersyaratkan sudah dimiliki," jelas dia.

Bahkan ada beberapa kondisi yang bisa dikategorikan sebagai kasus yang merupakan praktik penyimpangan prosedur sehingga mengakibatkan lamanya proses "clearance", menurut Hilmi, tidak bisa digeneralisir sebagai terjadi pada semua proses impor/ekspor.

Oleh karena itu yang menjadi prioritas dilakukan saat ini adalah pembenahan dalam proses implementasi atau pelaksanaan di lapangan. Ia menilai, diperlukan perbaikan sistem pelayanan dengan menyempurnakan konsep-konsep daring, hemat kertas dan "e-document".

Selain itu, lanjut Hilmi, penempatan personil yang berintegritas serta diikuti dengan pengawasan yang ketat dan pemberian sanksi yang tegas.

Sementara itu Staf Pengajar Bidang Ekonomi Politik Internasional Universitas Hasanuddin, Muhammad Darwis Dawi, mendukung perlunya penyelerasan kebijakan pengendalian impor.

"Pemerintah tidak perlu melakukan deregulasi kebijakan perdagangan secara terburu-buru. Hal yang perlu dilakukan pemerintah terutama di Kementerian Perdagangan dan kementerian lainnya, adalah peningkatan koordinasi dan pengawasan yang ketat," kata Darwis.

Menurut Darwis, pemerintah perlu melibatkan pelaku usaha dan pelaku ekonomi lainnya agar formulasi kebijakan bisa lebih baik. Ia mengingatkan, jangan sampai deregulasi terkesan membabi buta yang justru merugikan kita sendiri.

Darwis mengingatkan, semangat pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 48/2015 tentang Umum Bidang Impor yang akan mulai berlaku 1 Januari 2016 harus menjadi pintu utama dalam upaya penguatan daya saing produk dalam negeri. (*)