Pengamat: Keberhasilan Paket Ekonomi Tergantung Pengaturan Birokrasi

id Keberhasilan Paket Ekonomi

Jakarta, (Antara) - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Didik J Rachbini menyatakan keberhasilan paket kebijakan ekonomi tergantung dari kesanggupan pemerintah dalam pengaturan birokrasi.

"Kendala paket ekonomi adalah implementasi di birokrasi. Birokrasi ini pilar-pilar dari kebijakan ekonomi itu, makanya birokrasi ini harus bisa diatur sedemikian rupa agar kebijakan tersebut tidak sia-sia," kata Didik di kantor Indef, Jakarta, Sabtu.

Didik mengatakan pengaturan tersebut diperlukan sebab sistem birokrasi di Tanah Air terbilang masih bermasalah seperti terlalu panjangnya prosedur yang harus dilalui jika dibandingkan dengan negara-negara lain, sehingga bisa menghambat pertumbuhan ekonomi

"Kritik saya, pilar paket kebijakan itu masalahnya ada di birokrasi. Birokrasi kita termasuk paling parah di muka bumi, prosedurnya panjang," ujarnya.

Untuk itu, jelas Didik, Pemerintahan Presiden Jokowi harus segera mengatasi birokrasi yang dinilai sangat rumit ini. Kebijakan paket ekonomi dinilai berhasil jika adanya ketegasan dari Presiden Jokowi dalam mengurangi banyaknya proses birokrasi di dalam negeri.

"Kalau mau paket kebijakan ekonomi ini berhasil, pemerintah seharusnya memangkas inefisiensi kinerja birokrasi. Dalam hal keberhasilan paket kebijakan, ketegasan seorang Presiden merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan birokrasi efektif," jelas Didik.

Menurut Didik, paket kebijakan tahap dua yang berisi mempercepat pemberian izin investasi dalam waktu tiga jam di kawasan industri dari sebelumnya delapan jam dan investasi di sektor kehutanan dari sebelumnya terdapat 14 izin kini menjadi empat izin sudah bagus namun lagi- lagi tergantung pengaturan birokrasi.

"Ini sudah bagus, tapi kalau birokrasinya tidak bisa diatasi dengan baik, maka akan berpotensi gagal paket kebijakan itu," ucapnya.

Kemudahan berinvestasi di Indonesia, kata Didik, saat ini jauh dari kata baik, pasalnya berdasarkan laporan yang dikeluarkan Bank Dunia, Indonesia berada pada posisi 114, lebih buruk dibandingkan Filipina, Vietnam, bahkan Mongolia.

"Kondisi birokrasi kita adalah lembaga paling parah kinerjanya. Oleh sebab itu, deregulasi dan debirokratisasi perlu menjadi agenda utama pemerintah," ujar Didik.

Menurutnya, banyaknya birokrasi di pemerintah telah menyedot Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp500 triliun, termasuk digunakan untuk belanja pegawai. Sehingga, hal semacam ini dapat mengganggu perekonomian dan bisa juga menggagalkan implementasi paket kebijakan ekonomi.

Karena itu, tambah Didik, dalam merealisasikan paket kebijakan ini pemerintah harus memelihara soliditas kondisi mesin kekuasaan dan mesin politik agar berjalan baik dan tidak ada rivalitas di dalamnya.

"Kondisi psikologis dan ketenangan harus dicontohkan dan diciptakan oleh pemerintah, jika ada rivalitas di pemerintahan harus dihentikan, sehingga kepercayaan pasar pada pemerintah bisa didapatkan, artinya komplikasi politik harus diselesaikan," tuturnya. (*)