Hujan Buatan di Sumsel Terkendala Awan Kumulonimbus

id Hujan, Buatan, Sumsel

Hujan Buatan di Sumsel Terkendala Awan Kumulonimbus

Warga memanjatkan doa seusai melaksanakan Salat Istiska (minta hujan) di Lapangan Cindua Mato, Tanah Datar. (ANTARA FOTO/Arif Pribadi)

Palembang, (AntaraSumbar) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Sumatera Selatan menyatakan hujan buatan atau teknologi modifikasi cuaca yang kini sedang diupayakan Satgas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan provinsi setempat, sulit dilakukan.

"Hujan buatan atau teknologi modifikasi cuaca (TMC) yang dilakukan untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan penyebab bencana kabut asap di wilayah Sumatera Selatan dalam dua bulan terakhir, sulit dilakukan karena saat ini belum terdeteksi terbentuknya awan kumulonimbus yang mendukung untuk kegiatan TMC itu," kata Kasi Data dan Informasi Stasiun Klimatologi Kenten BMKG Sumatera Selatan Indra Purnama di Palembang, Rabu.

Menurut dia, awan kumulonimbus adalah awan vertikal menjulang yang sangat tinggi, padat, dan terlibat dalam badai petir serta cuaca dingin yang terakumulasi hujan.

Belum terbentuknya awan tersebut, kegiatan untuk melakukan TMC menjadi terhambat, padahal bencana kabut asap yang akhir-akhir ini dirasakan semakin pekat menyelimuti udara Kota Palembang dan sejumlah daerah Sumsel lainnya membutuhkan hujan, katanya.

Dia menjelaskan, kondisi cuaca di provinsi yang memiliki 17 kabupaten dan kota ini dalam kondisi ekstrem karena curah hujan sangat sedikit di bawah 100 milimeter, suhu udara mencapai 35 derajat Celsius dengan kelembapan udara nilainya kurang dari 45 persen terutama pada siang hingga sore hari.

Dalam kondisi cuaca ekstrem sekarang ini mengakibatkan terbakarnya lahan gambut di sejumlah daerah seperti di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Musi Banyuasin yang kini menjadi fokus penanggulangannya melalui operasi pemadaman darat dan udara menggunakan beberapa helikopter dan pesawat yang memiliki kemampuan melakukan pengebom air di titik api yang sulit dijangkau oleh petugas BPBD, Manggala Agni, TNI/Polri dan instansi terkait serta tim bantuan dari sejumlah negara asing.

"Kabut asap yang kini dirasakan semakin pekat terutama oleh warga Kota Palembang yang mendapat kiriman asap dari sejumlah daerah yang mengalami kebakaran ribuan hektare lahan gambut di kawasan Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin yang posisinya cukup dekat dengan ibu kota provinsi Sumsel itu," ujarnya.

Ancaman kebakaran hutan dan lahan perlu terus diwaspadai karena titik panas di sejumlah wilayah Sumsel masih terdeteksi cukup banyak, sehingga masalah kabut asap yang dirasakan semakin pekat serta terlah mengganggu berbagai aktivitas dan kesehatan masyarakat tidak semakin parah.

Cuaca di wilayah Sumsel dalam kondisi ekstrem diprakirakan terjadi hingga akhir Oktober 2015 karena pada November diprakirakan mulai terdapat banyak hujan.

Hujan diharapkan mulai terjadi sesuai dengan prakiraan tersebut, karena kebakaran lahan gambut yang mengakibatkan bencana kabut asap di wilayah provinsi berpenduduk sekitar 8,6 juta jiwa itu, berdasarkan pengalaman selama ini bisa dipadamkan secara cepat dengan curah hujan yang tinggi, ujar Indra.

Sebelumnya, Wakil Komandan Satgas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Sumsel Yulizar Dinoto menjelaskan menghadapi bencana kabut asap yang terjadi pada akhir Agustus hingga Oktober 2015 ini, pihaknya menyiapkan beberapa langkah penanggulangan di antaranya dengan melakukan operasi pemadaman titik api melalui darat dan udara.

Operasi pemadaman kebakaran lahan melalui darat dan udara dilakukan secara terpadu oleh petugas BPBD, Manggala Agni, TNI/Polri dan instansi terkait serta tim bantuan dari sejumlah negara asing.

Khusus untuk melakukan operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan melalui udara, pihaknya melakukan pengeboman air di titik api yang sulit dijangkau tim operasi darat dengan menggunakan lima helikopter dan beberapa pesawat yang memiliki kemampuan melakukan pengeboman air.

Untuk meminimalkan jumlah titik api penyebab bencana kabut asap itu dan memblokir lahan yang terbakar agar tidak semakin luas, pihaknya terus berupaya melakukan operasi darat dan udara secara maksimal, dan melakukan hujan buatan atau Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) hingga masalah kabut asap bisa diatasi dengan baik dan tidak lagi mengganggu berbagai aktivitas dan kesehatan masyarakat Sumsel, ujar Yulizar. (*)