Investasi Di Pasar Modal Siapa Takut ?

id pasar modal

Investasi Di Pasar Modal Siapa Takut ?

double exposure pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau melalui layar di Gedung Bursa Efek Indonesia (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Data yang dirilis Bursa Efek Indonesia (BEI) perwakilan Padang, Sumatera Barat cukup menggembirakan. Kendati Sumbar secara ekonomi tidak masuk tujuh provinsi terbesar, namun transaksi warga asal provinsi itu di pasar bursa mencapai Rp56 miliar per hari pada Oktober 2015.

Angka ini menempati urutan ketujuh dari seluruh provinsi di Tanah Air dengan jumlah investor yang tercatat pada Agustus 2015 sebanyak 4.095 orang, kata Kepala Bursa Efek Indonesia Padang Reza Sadat Syahmeini.

Data ini menyiratkan investasi di pasar modal bukan lagi menjadi sesuatu yang mahal dan hanya milik segelintir orang yang berduit.

Sejak diberlakukan kebijakan satu lot saham yang dulunya 500 lembar menjadi 100 lembar kini siapa pun bisa menjadi pemilik perusahaan yang terdaftar di pasar bursa.

Data tersebut juga merefleksikan bagaimana tumbuhnya minat masyarakat untuk menanamkan uang di pasar modal.

Reza mengatakan pihaknya terus menggelar berbagai kegiatan untuk menggaet masyarakat agar tertarik menanamkan uangnya di pasar modal, seperti bisnis gathering antara investor asing dengan lokal agar mereka mencari pendanaan melalui pasar modal.

Selain itu BEI juga mengundang calon investor di Padang dengan memberikan sosialisasi tentang peluang investasi melalui saham, lanjut dia.

"Jika masyarakat memiliki kelebihan uang sebaiknya digunakan untuk membeli saham di pasar modal dibandingkan membelanjakan pada hal-hal yang sifatnya konsumtif," kata dia.

Reza mengatakan dengan menanamkan uang di pasar modal secara tidak langsung masyarakat ikut memiliki perusahaan besar yang ada di Indonesia dan keuntungannya juga mengalir kepada anak bangsa.

"Saat ini 64 persen pemilik saham yang ada di Bursa Efek Indonesia adalah asing dan baru 36 persen warga negara Indonesia,"katanya.

Ia memberi contoh Bank Rakyat Indonesia yang memiliki aset yang besar ternyata 56,75 persen sahamnya dimiliki oleh pemerintah dan 43,25 persen telah dimiliki publik dalam bentuk saham.

"Namun, dari 43,25 persen saham yang dimiliki publik tersebut 82,24 persen dimiliki oleh asing, artinya keuntungan dari bank itu mengalir kepada asing dan tidak dinikmati anak bangsa," lanjut dia.

Reza mengatakan masih sedikit masyarakat yang menanamkan uang di pasar modal karena minimnya pengetahuan dan ada anggapan bahwa membeli saham butuh biaya besar.

Padahal berinvestasi di pasar modal tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar karena telah dikeluarkan kebijakan satu lot saham dikurangi dari 500 lembar menjadi 100 lembar.

"Artinya, jika masyarakat punya uang Rp150 ribu mereka sudah bisa membeli saham PT Waskita Karya dan jika punya uang Rp600 ribu sudah dapat membeli saham BNI", katanya.

Selain menjadi pemilik modal salah satu keuntungan pemegang saham adalah akan mendapatkan deviden sesuai dengan nilai saham dan hasil keputusan rapat umum pemegang saham.

Tidak hanya itu jika harga saham naik tentu pemilik akan mendapatkan keuntungan saat menjual kembali, lanjut dia.

Ia mengajak masyarakat untuk mulai menyisihkan uangnya dalam rangka berinvestasi walaupun jumlahnya sedikit.

Jika ada kelebihan uang sebaiknya diinvestasikan karena nilainya akan bertambah, kalau diberikan barang seperti telepon seluler nilainya akan turun, kata dia.

Ia mengatakan lebih baik menunda kesenangan dengan menahan diri berbelanja agar bisa menikmati hasil investasi di masa depan.

Sementara Kepala Sub Administrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumbar Taufik mengatakan pada sejumlah wilayah di daerah itu pengetahuan masyarakat tentang investasi di pasar modal masih minim.

Minimal tahap awal kami memperkenalkan bagaimana cara mengelola dan menyimpan uang yang benar, kata dia.

Kemudian baru dikenalkan kepada masyarakat tentang investasi di pasar modal dan risikonya, ujar dia.

Sementara, Agung salah seorang mahasiswa di Padang mengaku tertarik untuk berinvestasi di Pasar Modal setelah mendapatkan informasi dari Pusat Informasi Pasar Modal Padang melalui brosur.

"Selama ini saya mengira untuk membeli saham itu harus mengeluarkan dana yang besar ternyata tidak dan prosedurnya juga mudah," kata dia.

Keamanan Investasi

OJK harus terus melakukan edukasi tentang investasi yang aman untuk mencegah agar masyarakat terhindar dari penipuan berkedok investasi.

"Sosialisasi dan edukasi dilakukan secara langsung melalui kantor perwakilan di daerah agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan penipuan berkedok investasi yang merugikan secara materil," kata Anggota Komisioner OJK Nurhaida.

Menurut dia, beberapa waktu terakhir penipuan berkedok investasi cukup marak terdengar dan untuk mengantisipasi hal itu, sebelumnya telah dibentuk Satuan Tugas Waspada Investasi yang siap menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat.

Ia mengatakan, salah satu ciri investasi yang tidak aman adalah tidak terdaftar di lembaga resmi seperti OJK.

"Apalagi perusahaan tersebut menghimpun dana masyarakat dalam jumlah besar, secara aturan wajib mendaftar dan berada di bawah pengawasan OJK," kata dia.

Dikatakannya, salah satu ciri investasi yang tidak aman adalah perusahaan tersebut berani memberikan bunga yang tinggi mencapai 10 persen per bulan ketika masyarakat bersedia menyimpan uangnya.

"Ini jelas tidak logis karena lembaga perbankan hanya mampu memberikan bunga sekitar enam persen per tahun," kata dia.

Oleh sebab itu, jika ada yang menawarkan investasi dengan bunga pengembalian tinggi perlu diwaspadai karena dapat saja setelah uang masyarakat terkumpul akan dibawa kabur.

Dalam melakukan edukasi, OJK bekerja sama dengan perguruan tinggi dan masyarakat juga dapat langsung melaporkan pengaduan ke kantor OJK yang ada di daerah.