Usaha "Marandang" Kopi Pendorong Ekonomi Warga Bukit Apit

id Marandang Kopi, Bukit Apit, Bukitttinggi

Usaha "Marandang" Kopi Pendorong Ekonomi Warga Bukit Apit

Pengunjung melintas di depan berbagai jenis kopi yang dipamerkan pada Festival Kopi Original Sumbar, di Gedung Sapta Mapta Korem, Padang, Sumatera Barat. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Bukittinggi, (AntaraSumbar) - Usaha menyangrai biji kopi di Kelurahan Bukit Apit Puhun, Bukittinggi menjadi pendorong perekonomian warga setempat karena telah dikelola secara turun temurun.

Lurah Bukit Apit Puhun, Jaesul di Bukittinggi, Selasa mengatakan, terdapat 77 kepala keluarga (KK) yang tinggal di daerah tersebut bekerja memproduksi bubuk kopi jenis robusta sebagai mata pencaharian. Masyarakat setempat menyebut menyangrai kopi dengan istilah "marandang" kopi.

"Kelurahan ini memang sudah dikenal sebagai daerah pemasok bubuk kopi yang memiliki aroma dan rasa khas, dan sudah dikenal pula di nusantara hingga mancanegara," katanya.

Pada 2013, katanya, pemerintah daerah mengucurkan dana sebesar Rp75 juta untuk keperluan pembuatan gerai, pembelian bahan baku dan juga kelengkapan merendang biji kopi.

"Daerah ini juga sudah menjadi kampung wisata. Tidak sedikit wisatawan yang datang untuk melihat proses merandang kopi Bukik Apik ini," ujarnya.

Sementara salah seorang pelaku usaha di sana, Tanzil Malin Kayo menyebutkan, biji kopi yang akan direndang didapat dari daerah Baso, Lima Puluh Kota, Kamang, dan Batusangkar, dengan harga Rp28.000 per kilogram.

"Dalam melakukan pengolahan biji kopi saya masih memakai cara tradisional menggunakan kuali yang terbuat dari tanah liat," lanjutnya.

Cara tersebut dapat menghasilkan aroma yang khas dan berbeda dibandingkan dengan pengolahan dengan mesin. Dalam sehari ia bisa merandang sebanyak 80 kilogram biji kopi.

Dalam pembuatannya, ia menjelaskan, kuali dipanaskan kemudian biji kopi yang mentah dimasukkan dan diaduk sampai kelihatan hitam dan sedikit mengeluarkan minyak dan beraroma wangi.

"Setelah itu, untuk proses penggilingan saya mengupahkannya dengan biaya Rp2.500 per kilogram pada jasa penggilingan di sini," ujarnya.

Untuk pemasaran, sudah dilakukan baik ke pasar tradisional hingga swalayan dan juga ke luar daerah dengan jumlah mencapai 40 kilogram setiap harinya. (cpw)