BUMDes Untuk Percepatan Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat

id bumdes

Pulau Punjung, (Antara) - Otonomi daerah pada prinsipnya merupakan bagian sistem politik yang memberi peluang bagi warga negara untuk menyumbangkan daya kreativitas.

Otonomi daerah merupakan kebutuhan dalam era globalisasi dan reformasi. Tanpa otonomi daerah, masyarakat kesulitan menghadapi perdagangan bebas yang mulai berlaku.

Jika dihadapkan pada arah pembangunan yang bertumpu pada peningkatan sumber daya manusia (SDM) aparatur pemerintah, merupakan kunci pokok tercapainya cita-cita bangsa yang merdeka dan berkembang.

Tentu percepatan pembangunan harus dimulai dari tingkat SDM pemerintahan yang paling bawah, yaitu pemerintahan nagari atau (desa adat).

Sejatinya desa di era otonomi daerah mengalami banyak perubahan makna dan paradigma dalam memahami tujuan pembangunan.

Oleh karena satu pendekatan diharapkan mampu menstimulasi dalam menggerakan kemandirian dan perekonomian masyarakat desa yang akan berimplikasi terhadap pembangunan dan kesejahteraan.

Yaitu dengan mendirikan lembaga usaha yang sepenuhnya dikelola oleh masyarakat dan aparatur nagari itu sendiri.

Pemerintah Kabupaten Dharmasaya, Sumatera Barat, terus menyosialisasikan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) bagi seluruh nagari daerah itu.

"Upaya ini sudah kami lakukan sejak 2014, dan hingga saat ini nagari merespon ini denga baik," kata Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Badan Pemberdayaan Masyarakat Dharmasraya Hanif di Pulau Punjung.

Hal ini tentu sejalan dengan instruksi pemerintah Presiden RI Jokowi yang menargetkan pendirian 10.000 BUMDes pada 2016.

Atas dorongan itu pemerintah setempat termotivasi untuk terus memberdayakan masyarakat dan aparatur nagari melalui BUMDes, kata dia.

Sebagai tindaklanjut instruksi presiden, kata dia, pada 2015 pemerintah mengambil langkah cepat dengan menyosialisasikan pendirian BUMDes.

Sesuai rencana, pada 2016 ditargetkan 52 nagari yang ada di daerah itu sudah harus membentuk BUMDes.

Dari 52 nagari itu, lanjutnya, tujuh nagari sampai saat ini telah mulai menyusun regulasi tentang pembentukan BUMDes tersebut

"Respon cepat ini ditandai dengan tujuh aparatur nagari itu meminta untuk pendampingan lebih lanjut mengenai pembentukan BUMDes," katanya.

Tujuh Nagari itu diantaranya Nagari Koto Ranah, Nagari Abai, Nagari Muaro Sopan, Nagari Panyubarangan, Nagari Timpeh, Nagari Tabek, dan Nagarai Ranah Palabi.

Menurut dia, keberadaan BUMdes ke depannya berperan penting dan strategis dalam percepatan pembangunan sosial, ekonomi, dan infrastruktur,

Sebab di dalam Undang -Undang (UU) No 6 Tahun 2014 tentang Desa, kata dia, hasil usaha BUMDes dapat digunakan untuk pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan membantu masyarakat miskin melalui hibah dan bantuan sosial.

Perlu diketahui lembaga ini tidak lagi didirikan atas dasar permintaan pemerintah dan dorongan kelompok tertentu, tetapi harus didasarkan pada keinginan aparatur nagari dan masyarakat itu sendiri.

Ini dimaksudkan agar keberadaan BUMDes mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan di suatu daerah.

"Sehingga keberadaan lembaga ini tidak dikuasai oleh kelompok tertentu yang memiliki modal besar di nagari tersebut," ujarnya.

Ini dipertegas dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa. BUMDes diharapkan mampu memberikan stimulasi untuk menggerakkan perekonomian di pedesaan tanpa ada intervensi dari pihak pemilik modal.

Di dalam Peraturan Menteri Desa Tertinggal Dan Transmigrasi (Permedes) No 14 Tahun 2015, Pasal 1 ayat 2, Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Des (BUMDes) menerangkan Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUMDes, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung, yang berasal dari kekayaan desa, yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk kesejahteraan masyarakat desa.

Di dalam pasal 2 Permendes ini, menyebutkan pendirian BUMDes dimaksudkan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan masyarakat di bidang ekonomi dan pelayanan umum yang selanjutnya dikelola oleh desa atau kerja sama antardesa.

Sedangkan pendirian BUMDes didalam pasal 3 poin (a), (g), (h), bertujuan untuk meningkatkan perekonomian desa, meningkatkan kesejahteraan melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa dan meningkatkan pendapatan asli desa (PADes).

"Regulasi telah memberikan keleluasaan dan peluang bagi nagari untuk mandiri, jadi tinggal apakah aparatur siap menjawab tantangan," sebutnya.

Pihaknya menyadari BUMDes bukanlah hal baru bagi nagari di wilayah jawa dan sulawesi, akan tetapi di Kabupaten Dharmasraya bahkan Sumbar program ini belum menjadi prioritas selama ini.

Menurut dia, ada beberapa kendala BUMDes di Dharmasraya belum dapat terbentuk, diantaranya terkendala anggaran, keterbatasan SDM, serta motivasi dan dorongan yang kurang dari pusat.

"Yang paling utama BUMDes belum menjadi prioritas bagi pemerintah sebelumnya, sedangkan pemerintah sekarang memprioritaskan hal itu," ungkapnya.

Pengamat Otonomi Daerah Universitas Andalan (Unand) Dr Asrinaldi, berpendapat, hal yang harus di perhatikan dalam pembentukan BUMDes adalah kesiapan dari SDM aparatur nagari itu sendiri.

Sebab berdasarkan evaluasi yang dilakukan, sebut dia, aparatur di tingkat nagari selama ini belum sepenuhnya mampu menjalankan pola organisasi modern saat ini.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan langkah dalam mempersiapkan kualitas SDM nagari agar dapat menjalankan manajemen pemerintahan sesuai dengan ketentuan yang ada.

"Di samping menyosialiasikan arti penting pembentukan BUMDes, pemerintah Kabupaten/kota juga harus menentukan langkah konkret dalam peningkatan kualitas SDM," lanjutnya.

Karena bagaimanapun BUMDes nantinya akan dijalankan oleh aparatur nagari, mulai dari perencanaan, perancangan regulasi, hingga pelaksanaan.

"Bukannya kita mengecilkan kemampuan SDM di daerah kita, tapi kenyataannya memang begitu," ujarnya

Pada sisi lain, nagari harus dapat mengidentifikasi secara selektif terkait dengan unit usaha yang akan dikembangkan di dalam BUMDes nantinya.

Jangan sampai pembentukan BUMDes hanya semata dijadikan sebagai ajang suksesi kepemimpinan secara normatif, tetapi harus melihat aspek substansial dan esensial.

"Ini kekhawatiran, jangan-jangan setelah BUMDes dibentuk kemudian dibiarkan tanpa ada pengelolaan dan pengawasan lebih lanjut, untuk itu pembentukan BUMDes harus sesuai keinginan masyarakat dan potensi desa," terangnya.

Dia menyarankan, alokasi dana desa yang dikucurkan pemerintah dapat digunakan nagari untuk permodalan awal dalam membentuk BUMDes, meskipun pemerintah lebih mengarahkan pada infrastruktur.

Menurut dia, pemberdayaan masyarakat dengan mengarahkan aparatur nagari dan masyarakat untuk membentuk BUMDes akan bermuara baik terhadap kemajuan daerah dimasa akan datang.

Sebab apabila pengelolaan BUMDes dilaksanakan secara terorganisir dan berkelanjutan dinilai dapat mempercepat pembangunan kualitas SDM, sarana, dan Infrastruktur.

"Jika ekonomi nagari sudah kuat melalui usaha BUMDes tentu akan mendatangkan keuntungan yang nantinya akan berdampak terhadap peningkatan PADes, maka nagari dapat melakukan apa saja harus bergantung pada pemerintah lagi," ujarnya.

Sementara itu, Walinagari (kepala desa adat) Koto Ranah, Kecamatan Koto Besar Marzuki Zaien mengatakan saat ini, dalam memaknai suatu perubahan harus dimulai dari kemauan seorang pemimpin dan anggota di dalam organisasi pemerintah.

"Terus berencana demi perubahan kearah lebih baik menjadi tugas kami sebagai pelayan masyarakat," sebut dia yang baru dilantik Desember 2014 lalu.

Tidak berhenti berinovasi dan selalu bersifat agresif demi kemajuan nagari merupakan spirit awal dalam menjawab tantangan tersebut, katanya.

Dia mengatakan, pembentukan BUMDes di Koto Ranah dimulai direncanakan setelah Pemerintah Dharmasraya menyosialisasikan pembentukan BUMDes.

Beranjak dari adanya potensi nagari yang dinilai dapat dikembangkan sehingga menggerakkan pemerintah nagari bergerak cepat dalam merespon sosialisasi itu, katanya.

"Kami jemput bola untuk mencari tau tentang hal-hal dalam pembentukan BUMDes, dengan meminta pendampingan lebih lanjut dari pemerintah Dharmasraya waktu itu," ujarnya.

Dia menjelaskan, pertengahan 2015 wacana pembentukan BUMDes mulai digulirkan bersama aparatur nagari, Badan Musyawarah (Bamus), tokoh masyarakat, dan masyarakat itu sendiri.

"Selama berapa bulan hanya sebatas obrolan kecil dengan beberapa tokoh masyarakat," sebutnya.

Selanjutnya, pada Desember 2015 mulai menemukan titik dengan adanya kesepakatan antara pemerintah nagari dan Bamus untuk merancang Peraturan Nagari (Pernag) sebagai dasar pembentukan BUMDes.

Muaranya pada 4 April 2016 Nagari Koto Ranah melahirkan Pernag No 1 Tahun 2016 tentang Pembentukan BUMDes "Koto Ranah Sakti".

"Berkat dukungan pemerintah, Bamus, dan masyarakat dasar pembentukan BUMDes telah dimiliki sebagai acuan dalam mengembangkan usaha-usaha," sebut dia.

Di dalam Pernag itu BUMDes memiliki tujuh unit usaha, diantaranya unit pelayan umum, unit penyewaan, unit perantara, unit perdagangan, unit keuangan simpan pinjam, Unit Usaha Bersama, dan uni pemborong atau pengembang.

Dari tujuh unit, ungkap dia, pada tahun pertama BUMDes Koto Ranah Sakti hanya memfokuskan pengembangan satu unit usaha terlebih dahulu, yakni perdagangan.

Sebab di dalam Pernag No 1 Tahun 2016 pasal 10 ayat 1 poin (a) tentang pengembangan usaha menjelaskan, pemilihan usaha BUMDes dilakukan melalui musyawarah nagari, dan poin (b) pengembangan BUMDes dapat dikembangkan sesuai dengan potensi kemampuan yang ada.

"Kesepakatan bersama tahun pertama kami fokus untuk pengelolaan usaha perdagangan, jika ini berhasil maka unit yang lain akan menyusul," tambah dia.

Dia mengatakan, pemerintah nagari mengalokasikan anggaran sebanyak Rp150 juta pada 2016 sebagai permodalan awal pengelolaan unit usaha perdagangan.

Pelaksanaan BUMDes ini akan mulai dioperasikan pertengahan Mei 2016.

"Tunggu apa lagi, peraturan sudah ada, modal ada. Tinggal bagaimana komitmen bersama untuk menjadikan BUMDes sebagai mestinya," lanjutnya.

Sementara Ketua Bamus Nagari Koto Ranah, Samsul Hadi, mengapresiasi partisipasi masyarakat selama penyusunan regulasi pembentukan BUMDes Koto Ranah Sakti.

Dorongan dan dukungan penuh dari masyarakat dan pemerintah daerah menjadikan proses penyusunan dapat diselesaikan dalam waktu satu bulan, kata dia.

"Tidak ada masalah yang berarti, masyarakat menyambut baik pembentukan BUMDes di Nagari Koto Ranah," ungkapnya.

Melalui BUMDes masyarakat serta aparatur nagari terus dimotivasi, disadarkan dan dipersiapkan agar nagari dapat berdiri di kakinya sendiri.