Yeni, Perempuan Tangguh di Balik Kemudi Taksi

id Hari Kartini, Yeni, Sopir Taksi

Yeni, Perempuan Tangguh di Balik Kemudi Taksi

Yeni Elfida (39), sopir taksi Ekspres. (ANTARA SUMBAR/ Iggoy el Fitra)

Foto berwarna ukuran 4R terpampang di dashboard mobil berpelat kuning yang sehari-hari dikemudikan Yeni Elfida (39), untuk menyambung hidup. Di foto itu terlihat Yeni merangkul putranya diapit dua anak perempuannya.

Gambar tersebut setiap hari menemani Yeni menjalani profesinya sebagai sopir taksi di Kota Padang. Ia merupakan satu-satunya perempuan yang berprofesi sebagai sopir taksi Express di Padang.

Mengenakan seragam kemeja biru muda, tatanan rambut sebahu dan sesekali menggunakan kacamata hitam, sejak pagi ia bersiap melayani pelanggan yang ingin bepergian menggunakan taksi dalam kota, bahkan ke luar daerah.

Memulai hari pukul 06.00 WIB, Yeni berangkat mengantarkan anak-anaknya dari rumah di kawasan Dadok, Tunggul Hitam menuju rumah orang tua.

"Jika ada pelanggan taksi yang harus keluar kota dan tidak memungkinkan pulang tepat waktu, anak-anak akan diurus oleh kakak saya. Tapi sebisa mungkin saya usahakan putar balik ke Padang," ujarnya.

Tidak kalah dengan pengendara pria, dengan cekatan Yeni mengendarai mobilnya menelusuri jalan-jalan yang ada di Padang mencari penumpang.

"Kadang ada yang menyetop di pinggir jalan, tidak jarang ada juga yang menelpon minta diantar," katanya.

Perempuan kelahiran Padang, 16 Januari 1977 itu pernah mengantar penumpang ke Kambang, Pesisir Selatan berjarak 134 kilometer dari Padang. Ia pernah membawa pelanggan ke Bukittinggi, Batusangkar, hingga Solok.

Baginya menjadi seorang sopir taksi hingga sering menerima tudingan negatif sudah menjadi hal biasa.

Namun Yeni tetap tegar menjalani hari-harinya, senantiasa tersenyum optimistis dan menyembunyikan kepahitan hidup.

"Semua demi anak-anak, mereka butuh hidup dan bahagia, lagian pekerjaan ini halal," ujarnya.

Wanita yang berkampung halaman di Sungai Tarab, Batusangkar itu memandang profesi sopir taksi membuatnya semakin mengerti makna hidup, memahami banyak orang khususnya kehidupan para penumpang.

"Tidak jarang ada bertengkar di mobilnya, bahkan bercerita masalah pribadi mereka," ucapnya.

Ia merasa jauh lebih beruntung dari orang lain karena masih banyak perempuan lain yang kehidupannya lebih sulit walaupun saat ini berstatus janda dengan tiga anak.

Menjalani profesi sebagai sopir taksi sejak 2013 bukan pilihan yang mudah bagi Yeni.

Ia dulunya adalah seorang juru masak di beberapa hotel di Kota Padang, namun penghasilan yang diterima tidak sebanding dengan tenaga dan waktu yang dihabiskan.

"Sebagai juru masak saya hanya digaji Rp40.000 sehari, padahal masuk jam 01.00 WIB dan ditugaskan sekaligus cuci piring," ujarnya.

Ia menceritakan pernah digaji Rp75.000 per hari, namun tidak hanya memasak, juga cuci piring bahkan berbelanja ke pasar.

"Tanggung jawab yang diberikan makin lama makin besar, namun gaji sebanyak itu tidak sesuai rasanya. Badan pun tidak mendukung karena sering begadang, akhirnya saya memutuskan berhenti," katanya.

Setelah berhenti jadi juru masak, Yeni mencari pekerjaan baru untuk menghidupi keluarganya.

"Tidak mudah mencari pekerjaan baru. Saya melamar jadi tukang ojek, namun tidak memungkinkan. Begitu pula dengan angkot. Mungkin sudah jodoh di taksi," katanya.

Sebelum bekerja di taksi Express, ia pernah berprofesi yang sama di salah satu perusahaan taksi swasta di Padang selama sembilan bulan, namun akhirnya diberhentikan sepihak padahal harus bekerja selama 24 jam.

Menurutnya, banyak teman-teman satu profesi yang iri karena ia memiliki langganan tetap dan cekatan dalam bekerja sehingga ada-ada saja yang menjatuhkannya.

"Namun saya beruntung dipecat saat itu, jadi batu loncatan agar lebih baik," tuturnya.

Demi Anak

Pada 2012, Yeni berpisah dengan suaminya sehingga harus menghidupi tiga anak yaitu Angel Firstha Lidya (12 tahun), Gladis Reski Adelya (10 tahun) dan Marvel Luki Nugraha (8 tahun).

"Siapa yang tahan dengan suami pejudi, mabuk-mabukan atau main perempuan. Belum lagi pakai obat terlarang. Saya sudah berusaha keras, namun ada titik akhirnya," tuturnya menceritakan kisah pahit rumah tangga.

Sejak berpisah dengan suami, ia terus menyemangati diri untuk membahagiakan ketiga buah hatinya.

Selembar kertas bertuliskan puisi berjudul Pahlawanku karya putri pertamanya selalu ia bawa. "Meskipun ayah tidak menafkahi kami, kami dan keluarga tetap bahagia dan sehat wal'afiat atas jerih payah dan hasil keringatmu sendiri. Bukan ayah. Ibu adalah pahlawanku," tulis putrinya dalam puisi tersebut.

"Walau tidak bisa menghabiskan waktu bersama, anak-anak adalah semangat saya menjalani profesi ini," ucapnya.

Namun di tengah kesibukan, ia memahami keluarga yang utama, uang jerih payah hasil keringat pun hanya untuk keluarga sehingga setiap akhir bulan Yeni menyediakan waktu untuk berlibur bersama ketiga buah hati.

"Kalau setoran selalu lancar Rp180.000 per hari, maka pada akhir bulan tidak ada setoran. Jadi bisa bawa anak jalan-jalan," katanya.

Selain di akhir bulan, ia juga sesekali membawa jalan-jalan pada hari biasa dengan mengejar setoran di pagi hari dan kekurangannya dicukupi dengan uang pribadi untuk menyetor. Di lain waktu, jika tidak terlalu lelah saat pulang jam 19.00 WIB ia menyempatkan diri mengajak anak-anaknya berkeliling dulu sebelum pulang.

Baginya penghasilannya dari menjadi sopir taksi sudah mencukupi, bahkan lebih. Walaupun penghasilan tidak tetap setiap hari, namun selalu ada untuk setoran dan bisa mengantongi Rp200.000 per hari, sisanya bisa untuk tabungan onderdil.

Akan tetapi, sebagai wanita ia tidak luput dari rasa takut dan was-was karena tidak dapat dipungkiri pekerjaan yang dijalaninya juga memiliki risiko tinggi.

Taksi Yeni bahkan pernah ditumpangi oleh orang-orang yang berniat jahat dan mengancam keselamatan dirinya sehingga setiap saat perlu terus berwaspada.

"Tiap wanita, tiap ibu pasti akan mengorbankan apapun demi anaknya. Saya yakin demi mereka, saya bisa melewati semuanya, seberat apapun tantangannya," tuturnya.

Semangat Yeni menjalani profesi juga terinspirasi dari Kartini yang dalam pandangannya merupakan figur yang kuat dan terus menunjukkan diri agar tidak kalah dari laki-laki.

"Saya ingin seperti Kartini. Setiap orang harus termotivasi atas sosoknya, saat ini saya bangga menjadi satu-satunya wanita yang berprofesi sebagai sopir taksi di Padang," tegasnya.

Kepala Cabang Express Padang, Ardi Candra menilai sosok Yeni sebagai satu-satunya sopir taksi wanita di perusahaannya cukup membanggakan dan menunjukkan emansipasi wanita itu benar-benar ada.

Ia mengungkapkan Yeni bukan hanya memperlihatkan perempuan bisa melakukan hal serupa dengan lawan jenisnya, bahkan kadang jauh lebih baik dalam bekerja.

"Saya bangga terhadapnya, jadi ia saya perlakukan sama," ujarnya.

Sementara pengamat sosial dari Universitas Andalas Dr Jendrius mengatakan perempuan pada hakikatnya sangat piawai dalam melayani, sehingga tidak heran mereka bisa melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan laki-laki termasuk berprofesi sebagai sopir taksi.

"Adanya sopir taksi wanita saat ini tentu menunjukkan wanita itu benar-benar mandiri atau independen. Hendaknya ini menjadi satu gambaran adanya kesetaraan gender di Kota Padang," katanya.

Yeni telah mengajarkan jenis kelamin bukan kendala untuk bisa tetap berkarya dan membahagiakan ketiga anaknya dengan tetap melakoni profesi yang halal dan bermanfaat bagi masyarakat. (*)