Meski menjabat sebagai orang nomor dua di jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Kombes Pol Nur Afiah tak kuasa menahan air mata ketika ingat keluarganya yang berada di Jakarta.
"Kalau kangen suami dan anak aku nangis, ini bukan tangis seorang polisi tapi seorang istri dan seorang ibu bagi anak-anaknya," kata Wakapolda Sumbar itu lirih.
Meski harus menjalankan tugas sebagai polisi, perempuan kelahiran Makasar 22 Mei 1960 itu selain bertanggung jawab kepada bangsa dan negara, juga memiliki tanggung jawab yang tak kalah mulia menjadi seorang istri dan ibu.
Menurutnya obat paling mujarab melepas kangen kepada keluarga di Jakarta hanya dengan berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah.
"Untuk sedikit mengobati kangen itu saya biasanya mengirim pesan singkat dan telepon ," ujarnya.
Walaupun jauh dari keluarga namun ia selalu ingin hadir di sela-sela kegiatan suami dan anak-anaknya.
"Kalau kepada anak-anak saya sering mengingatkan supaya jangan lupa shalat dan khusus bagi si sulung saya selalu berpesan jaga bapak dan adik," katanya.
Dengan komunikasi yang intensif ia berharap perannya di dalam keluarga selalu dirasakan.
"Kalau ada waktu saya yang ke Jakarta dan sebaliknya kalau lagi sibuk maka mereka yang akan ke Padang," ucapnya.
Jauh dari keluarga bukan menjadi penghalang dalam melaksanakan tugas namun itu merupakan tantangan tersendiri baginya.
"Tantangan itu yang membuat saya bisa sejauh ini dan akan berkarya dan terus berkarya," katanya.
Saat ini, Nur berpangkat komisaris besar polisi, namun ia masih ingin terus memacu diri hingga berpangkat brigadir jenderal polisi.
"Mudah-mudahan sebelum memasuki masa pensiun yang hanya dua tahun lagi saya diberi kepercayaan untuk berpangkat brigadir jenderal polisi," kata ibu dua anak itu.
Sebagai seorang perempuan ia berpesan kepada kaumnya agar tidak hanya mengandalkan belas kasihan dari kaum pria dan alangkah baiknya terus menambah kemampuan bidang formal maupun informal.
Awal ketertarikan menjadi seorang polisi ketika melihat atraksi polisi wanita yang mengendarai sepeda motor patroli.
"Itu awalnya, apalagi saya hobi balapan," kata dia yang waktu itu masih semester tujuh di salah satu universitas negeri di Jakarta.
Ia mengaku ketika itu membenci polisi karena aparat tersebut kerap menggagalkan acara balapan saat duduk di bangku kuliah cukup digemarinya, bahkan katanya pembubaran sampai ke aksi kejar-kejaran.
"Namun siapa yang bisa menebak takdir, saya menjadi seorang polisi dan menikah dengan seorang polisi," kata dia.
Terlepas dari pengalaman itu, ia mendukung beberapa kalangan perempuan yang ingin mendapatkan hak layaknya pria namun dengan catatan tidak lepas dari kodratnya sebagai seorang wanita.
"Saya masuk di antara mereka yang ingin mendapatkan hak selayaknya pria bisa menjadi polisi dengan tidak keluar dari kodrat sebagai seorang wanita yang memiliki suami dan anak-anak," kata dia.
Ia menceritakan selama menjabat Wakapolda sudah semua daerah di Sumbar dikunjunginya. Bahkan dia siap menjalankan perintah yang diberikan atasan, namun kadang mereka melihat saya perempuan dan memberi tugas yang ringan.
"Padahal saya siap melaksanakan tugas sebagaimana polisi lainnya," ujar dia.
Nur juga merupakan penggemar olahraga dan pernah bergabung dengan tim Persatuan Sepakbola (PS) Polwan, hingga berlaga pada ajang pekan olahraga nasional (PON).
"Saya berposisi sebagai penyerang dan sayap kanan," ungkapnya.
Lulusan Fakultas Pendidikan Olah Raga dan Kesehatan Universitas Negeri Jakarta itu juga pernah menjadi atlet hoki nasional.
Ia mengimbau kepada perempuan agar membuka diri karena banyak peluang yang bisa diambil selain menunggu nafkah dari suami.
"Apa lagi zaman kita jauh lebih baik dari zaman Kartini yang kala itu masyarakat berpikir bahwa wanita tidak bisa melakukan apa-apa hanya menjadi seorang istri dan mengasuh anak-anaknya," katanya.
Dengan adanya keterbukaan informasi dan pola pikir masyarakat yang mulai berubah ia pun berpesan agar perempuan yang masih berdiam diri segera bangkit.
"Perempuan punya potensi yang bisa dikembangkan dan diasah, asalkan mereka mau membuka diri," tambahnya.
Lebih lanjut ia mengatakan perempuan memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, karena itu semua pihak harus memberikan pengakuan atas eksistensi tersebut dengan menghargai hak-haknya.
"Perempuan jika diberikan peluang dan kesempatan, akan bisa berbuat hal yang luar biasa," katanya.
Srikandi KRI
Sementara itu Sersan Dua (Serda) Restianti Hilda Anggraini yang sehari-hari merupakan prajurit Korps Wanita Angkatan Laut (Kowal) tidak pernah menyangka akan ditugaskan di kapal perang.
"Awalnya kaget, tidak pernah terlintas dalam pikiran sebelumnya, tapi itu jadi ajang membuktikan diri," kata dia yang saat ini bertugas di KRI Makassar-590.
Perempuan kelahiran 13 Oktober 1995 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur tersebut, telah bertugas di KRI Makassar-590 sejak September 2015.
"Tidak terasa sejak saat itu sudah hampir tujuh bulan saya dinas di kapal ini. KRI Makassar bukan hanya sekadar kapal perang, tapi kantor tempat saya mengabdikan diri," kata Hilda pada perhelatan acara Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) 2016 di Sumbar.
Ia menceritakan selama menjalankan tugas itu ada suka dan duka yang telah dirasakan sebagai prajurit TNI Angkatan Laut.
Beberapa suka yang dirasakan yaitu mendapatkan berbagai pembelajaran baru, pengetahuan baru, mengunjungi tempat baru, katanya.
"Kalau untuk cerita lainnya karena berada di kapal perang, ketika ada kegiatan yang lokasinya jauh dan mempunyai durasi panjang, maka saya lama di laut. Sebut saja Indonesian Sail 2015, saya satu bulan di kapal, untuk MNEK kali ini sudah hampir dua minggu sebelum kembali ke pangkalan di Surabaya," lanjutnya.
Namun ia tidak ingin menganggap hal tersebut sebagai duka, melainkan pengabdian dalam bertugas.
"Ini tugas negara tidak tepat dikatakan duka, karena saya menikmati semua itu," tegas Hilda, yang saat ini berada di bawah Departemen Bahari II.
Ketertarikannya terhadap angkatan laut muncul sejak masih berstatus sebagai siswa di SMA Negeri Olahraga Jawa Timur yang terinspirasi dengan sang ayah Serka Setiadi.
"Sekarang ayah dinas di Polisi Militer Angkatan Laut (Pomal), namun dulu juga bertugas di KRI Pulau Rengat-711. Melihat itu dan lingkungan kerja ayah, rasanya keren saja," kata putri kedua dari Tatik Ariyanti itu.
Kendati hanya lima orang yang perempuan di antara 120 lebih personel dan awak KRI Makassar, tidak membuat Hilda merasa minder. Layaknya pejuang emansipasi wanita, dirinya tidak terima jika dipandang enteng oleh orang lain.
Proses yang telah dilewati selama tujuh bulan di KRI perlahan membuahkan hasil. Hilda yang awalnya hanya mendapatkan tugas mencat bagian kapal, pembersihan, dan lain-lain, kini sudah bisa mengoperasikan kapal perang berjenis Landing Platform Dock (LPD) itu. KRI Makassar-590 adalah satu dari empat kapal perang jenis LPD yang dimiliki Indonesia.
Menurutnya perempuan juga harus terus berjuang untuk mewujudkan mimpi dan cita-cita. Ia pribadi juga tidak ingin menghentikan cita-citanya pada pencapaian saat ini.
Hilda telah merencanakan untuk kuliah dan mengambil bidang ilmu hukum. Bidang keilmuan itu dianggapnya sejalan dengan tugasnya saat ini.
Selama bertugas di lingkungan yang mayoritas laki-laki tersebut ia mengaku tak pernah mendapatkan perlakuan yang tidak pantas.
"Alhamdulillah, semuanya baik dan seperti keluarga sendiri. Selain itu yang selalu saya ingat, saya tidak lupa dengan kodrat sehingga tahu batasan-batasan, sesuai moto Kowal Pengabdian dan Kehormatan adalah Jiwaku, kata Kowal yang masuk kategori termuda di Kowal KRI Makassar-590 itu.
Menilik sisi perempuannya, ia mengaku di kapal perang itu juga melakukan hal yang sering dilakukan oleh wanita lainnya.
"Saya ingin berumah tangga, dan tetap menggunakan pakaian perempuan jika tidak piket. Saya juga dandan, pakai bedak, dan lain-lain, tapi tentu saja tidak mencolok dan sewajarnya," jelasnya.
Sementara untuk mengobati rindu pada keluarga yang tinggal di Sidoarjo ketika sedang melaut, ia biasanya menghubungi lewat telepon seluler ketika berada di kawasan yang terjangkau sinyal. Selain itu ketika pulang Hilda biasanya membawa oleh-oleh dari daerah yang dikunjungi.
Kepada perempuan lain, ia berpesan untuk terus gigih dalam memperjuangkan mimpi yang dimiliki.
"Tidak akan tahu hasilnya jika tidak dicoba. Kalau orang lain bisa, kenapa kita tidak?" ujarnya. ***
Berita Terkait
Nasyiatul Aisyiyah sambut baik dua perempuan Banten melenggang menuju Senayan
Senin, 18 Maret 2024 13:51 Wib
Aksi peringatan Hari Perempuan Internasional
Jumat, 8 Maret 2024 18:22 Wib
Seorang perempuan bersimbah darah diduga korban pembunuhan di PT GMP, Polres Pasbar lakukan penyelidikan
Kamis, 15 Februari 2024 19:24 Wib
KPID Sumbar tegaskan peran penting perempuan dalam penyiaran
Rabu, 7 Februari 2024 16:14 Wib
Anies sering sebut "bansos" dan "perempuan" di debat pemungkas capres
Senin, 5 Februari 2024 5:34 Wib
KPU: Budaya patriarki tantangan caleg perempuan dalam Pemilu
Selasa, 23 Januari 2024 20:58 Wib
Puskapol minta caleg perempuan kampanye edukatif dan bermartabat
Selasa, 23 Januari 2024 19:57 Wib
Peduli kelompok rentan, Srikandi PLN dukung pemberdayaan melalui volunteeringprogram, dari Tata Boga hingga Holtikultura
Selasa, 23 Januari 2024 17:26 Wib