Pembukaan Festival Randai 2016 Sepi Pengunjung

id Festival randai, sepi, pengunjung

 Pembukaan Festival Randai 2016 Sepi Pengunjung

Randai ( )

Sawahlunto, (AntaraSumbar) - Pembukaan Festival Randai Sawahlunto 2016 di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Jumat malam, dipusatkan di Lapangan Silo Sawahlunto terlihat sepi pengunjung meskipun dihadiri oleh tokoh nasional, Hayono Isman.

"Hal ini biasa terjadi dalam setiap kegiatan di kota ini, namun keadaan akan berbeda sekali jika prosesi pembukaan setiap acara dilakukan atau dihadiri oleh Wali Kota Sawahlunto, Ali Yusuf, yang kabarnya sedang berada di Jakarta," kata salah seorang pelaku seni tradisi kota itu, Syafrizal(28), di sela-sela pembukaan kegiatan tersebut.

Menurutnya kehadiran wali kota tersebut secara otomatis akan memicu tingkat kehadiran para pejabat di kota itu beserta seluruh staf pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kota Sawahlunto.

Meskipun, lanjutnya kedatangan mereka untuk sekedar memenuhi kewajiban mengisi daftar hadir namun hal itu cukup membuat pelaksanaan kegiatan menjadi lebih semarak dan penuh semangat serta mampu memancing minat masyarakat sekitar untuk turut menyaksikan kegiatan yang sedang berlangsung.

Senada dengan itu, menurut warga lainnya, Supeni (47) berdasarkan pengamatannya penampilan seni tradisi memang tidak terlalu diminati oleh masyarakat lokal kota itu.

"Kalaupun ada pengunjungnya, sebagian besar didominasi oleh peserta dan para pejabat yang datang sebagai undangan, sementara pengunjung yang berasal dari masyarakat biasa hanya segelintir dari sekian puluh orang yang hadir," ujar dia.

Menanggapi hal tersebut, budayawan asal Sumatera Barat yang tercatat sebagai dosen salah satu perguruan tinggi ternama bidang kesenian di provinsi itu, Zulkifli Dt Sinaro Nan Kuniang S Kar M Hum, ketika dimintakan pendapatnya terkait kondisi tersebut pernah mengatakan bahwa pelestarian seni tradisi tidak akan bisa dilepaskan dari rasa kecintaan dan kepatuhan suatu kelompok masyarakat terhadap pemimpinnya.

"Dengan kata lain para pemimpin saat ini harus memahami kembali tradisi kepemimpinan yang baik dan berwibawa untuk meraih kecintaan tersebut," kata dia.

Tanpa itu semua, jelasnya maka upaya pelestarian seni tradisi dan budaya akan semakin sulit dilaksanakan karena tidak adanya legitimasi yang jelas dari masyarakat terhadap upaya pembinaan yang sedang berlangsung.

Akibatnya, segala bentuk imbauan dan arahan yang diberikan tidak lagi menjadi sebuah garisan kebijakan yang harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab sebagai warga negara Indonesia.

"Mari kita kembalikan semangat untuk berseni tradisi dan budaya sebagai "Pamenan Rajo dan Pamainan Anak Mudo-Mudo alam Minangkabau" dalam tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, jika memang ingin melestarikan kesenian tradisi kebudayaan yang ada," tambah dia. (*)