Padang, (Antara Sumbar) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Nurani Perempuan Padang, Sumatera Barat, mengungkapkan bahwa hingga saat ini pihaknya telah menerima sebanyak 43 kasus kekerasan seksual, sejak Januari 2016.
"Jumlah 43 kasus tersebut berasal dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat, yang kami terima sejak awal 2016," kata Direktur Nurani Perempuan Sumbar, Yefri Heriani di Padang, Kamis.
Saat ditanyai kelompok umur yang menjadi korban dari jumlah kasus tersebut, ia mengungkapkan sekitar 50 persen di antaranya adalah korban anak.
"Untuk korban anak itu pelakunya beragam, ada yang berasal dari anggota keluarga, ada juga yang berasal dari lingkungan luar. Namun hal yang pasti, para pelaku kekerasan selalu orang yang kenal dengan korban, ataupun keluarga korban," tambahnya.
Yefri juga menjelaskan, bahwa laporan tersebut didominasi oleh Kota Padang. Namun ia menepis itu dijadikan indikator lemahnya pengawasan di kota itu.
"Kantor Nurani Perempuan kan memang di Padang, jadi mudah diakses oleh masyarakatnya. Kalau dari daerah lain kesulitan dalam akses," lanjutnya.
Ia juga mengungkapkan munculnya tren baru para pelaku sebelum melakukan aksinya. Yaitu dengan memanfaatkan media sosial.
"Mereka yang sudah mempunyai niat tidak baik, kemudian mencari kenalan di media sosial seperti facebook. Setelah itu mengajak kenalan, lalu melanjutkan aksinya," terangnya.
Selain itu, katanya, pelaku dari sejumlah kasus mendekati korban dengan cara memberi hadiah, perhatian, posisi, sesuatu yang berharga.
Menurutnya, salah satu faktor kekerasan seksual itu karena minimnya pendidikan seksualitas yang diberikan kepada anak, serta nilai-nail kebaikan. Salah satunya nilai penghargaan terhadap orang lain.
Ia menerangkan, sejumlah solusi penting yang bisa diberikan adalah menciptakan keadilan gender antara laki-laki dan perempuan. Diharapkan menghilangkan ketimpangan relasi yang ada.
"Perempuan seringkali dijadikan sebagai sub ordinat, dan tidak ditempatkan pada posisi yang sama. Sehingga perbuatan untuk menguasai seorang perempuan dianggap begitu mudah," ujarnya.
Pemerintah, lanjutnya, juga perlu menyediakan layanan pencegahan kekerasan seksual, dan perlindungan korban. Peran adat minangkabau dengan matrilinier (garis keturunan ibu), juga diharapkan menjadi solusi karena mengangkat posisi seorang perempuan.
Sementara Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) M Sayuti Dt. Rajo Pangulu, menyebutkan sebagai langkah antisipasi yang diperlukan adalah peningkatan penerapan Syarak dan adat, yang menjadi semboyan di daerah itu.
"Produk dari Syarak adalah iman, dari adat adalah budi. Itu mesti ditingkatkan untuk mengimbangi kemajuan serta globalisasi yang terjadi," tambahnya.
Ia mengilustrasikan pengaruh globalisasi saat ini, ibarat mobil yang melaju dengan kecepatan 80 kilometer per jam, dan tidak mungkin dihentikan. Sehingga yang diperlukan adalah peningkatan kecepatan penerapan syarak dan adat, yang saat ini kecepatannya baru 40 kilometer per jam.
"Itu diperlukan agar perkembangan yang terjadi dapat seimbang dengan nilai luhur serta tak menghilangkan identitas daerah yang sudah ada. Pemerintah bertanggung jawab meningkatkan kecepatan syarak dan adat itu," ujarnya. (*)
Berita Terkait
Rektor nonaktif UP bantah lakukan pelecehan
Kamis, 29 Februari 2024 12:31 Wib
Kekerasan seksual pada anak masalah serius, Bupati Sabar AS minta penanganan kontinyu
Sabtu, 11 November 2023 18:39 Wib
Unand tegaskan kasus pelecehan seksual jadi pelajaran bagi mahasiswa
Kamis, 5 Oktober 2023 17:25 Wib
Oknum prajurit diduga lakukan kekerasan seksual terhadap tujuh bawahan
Kamis, 21 September 2023 19:01 Wib
Manchester United resmi melepas Mason Greenwood
Selasa, 22 Agustus 2023 10:47 Wib
LLDIKTI Wilayah X dorong PTS percepat bentuk Satgas PPKS
Jumat, 18 Agustus 2023 22:30 Wib
Vonis kasus kekerasan seksual di ponpes
Rabu, 16 Agustus 2023 15:47 Wib
Cak Imin sayangkan masih maraknya pelecehan seksual di tempat kerja
Senin, 10 Juli 2023 20:10 Wib