Deforestasi di Sumbar Capai 7.900 Hektare

id Deforestasi, Sumbar, Pembalakan Liar

Deforestasi di Sumbar Capai 7.900 Hektare

Terlihat pemondokan warga berada di antara kayu-kayu yang sudah ditebangi dan di sampingnya terkikis arus air di kawasan Kampung Ubi, Kelurahan Lambung Bukik, Kecamatan Pauh, Padang, Sumbar, Kamis (13/9/2012). (FOTO ANTARA/Arif Pribadi/12)

Padang, (Antara Sumbar) - Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat (Sumbar), Hendri Octavia menyebutkan dalam rentang 1999 hingga 2016 deforestasi atau luas kerusakan hutan di provinsi tersebut mencapai 7.900 Hektare.

"Jumlah ini menjadikan luas hutan di Sumbar saat ini hanya tinggal 2,3 Juta Hektare atau 55 persen dari daratan," katanya, di Padang, Jumat.

Dia menambahkan ada dua dampak yang menyebabkan deforestasi dan degradasi tersebut yakni secara terencana dan tidak terencana.

Deforestasi terencana diakibatkan karena pembangunan yang berimplikasi pada konversi lahan, pembukaan tambang, pertanian dan sebagainya.

Secara khusus deforestasi ini banyak terjadi di daerah Pasaman Barat, Pesisir Selatan dan Dharmasraya yang secara kalkulasi juga sebagai penyumbang emisi karbon terbesar di Sumbar.

Kemudian deforestasi tidak direncanakan seperti penebangan liar, perambahan, atau kebakaran hutan akibat meningkatnya suhu.

"Efek dari deforestasi ini menjadikan peningkatan emisi karbondioksida yang dampak kelanjutannya semakin meninggikan persentase gas rumah kaca," ujarnya.

Saat ini, sebutnya, penghasil utama gas rumah kaca di Sumbar 85 persen berasal dari kontribusi hutan, baik itu akibat deforestasi atau lahan gambut yang sebagian besar di daerah.

Untuk mengatasi hal tersebut pihaknya telah mencanangkan sekaligus terus menggalakkan upaya penghijauan hutan gundul.

Kemudian pelarangan penebangan liar oleh oknum tertentu dan menambah luasan hutan pada zona terbuka seperti mengkonversi semak belukar.

Selain itu juga berkoordinasi denga instansi terkait lainnya untuk memperketat regulasi terkait pembukaan hutan untuk perkebunan dan pertambangan.

"Pada daerah yang memiliki emisi karbon yang besar, upaya tersebut akan lebih ditekankan," lanjutnya.

Kemudian upaya ini yang termaktub dalam Strategi Rencana Aksi Provinsi (SRAP) Sumbar akan dicurahkan ke daerah untuk ditindak lanjuti.

Selain itu upaya melalui sistem REDD + yang pernah diterapkan oleh pemerintah juga akan diadopsikan ke daerah.

Termasuk dalam memperjuangkan kembali sistem transaksi karbon di dunia.

"Apa yang dilakukan Solok Selatan dalam bekerja sama dengan perusahaan di Inggris terkait karbon perlu dicontoh daerah lainnya," ujarnya.

Melanjutkan itu pengamat lingkungan dari Universitas Negeri Padang, Indang Dewata meminta konsistensi pemerintah dalam menekan laju deforestasi.

Menurut dia, komitmen ini perlu dibuktikan melalui tindakan seperti kerja sama melibatkan perguruan tinggi dalam penentuan program tentang emisi karbon tersebut.

Jika perlu kerja sama ini dapat ditindaklanjuti oleh kepentingan lain di luar dinas tersebut. (*)