Satgas Penanganan Vaksin Palsu Resmi Dibentuk

id satgas, vaksin, palsu

Jakarta, (Antara Sumbar) - Satgas Penanganan Vaksin Palsu resmi dibentuk untuk menangani kasus praktik peredaran vaksin palsu untuk bayi.

Satgas ini dibentuk setelah pihak Bareskrim Polri dan beberapa unsur dari instansi terkait bertemu untuk membahas penanganan kasus vaksin ini.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya di Mabes Polri, Selasa, menjelaskan satgas tersebut terdiri dari penyidik Bareskrim, unsur Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Asosiasi Apotek Seluruh Indonesia (Asosiasi APSI), Perhimpunan Klinik, Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), produsen vaksin Biofarma, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Asosiasi Produsen Obat.

"Satgas ini akan bekerja secepatnya, langsung turun ke lapangan. Satgas juga bekerja sama dengan penyidik kewilayahan dan polda," kata Brigjen Agung.

Selain untuk mengusut kasus vaksin palsu dari segi penegakan hukum, satgas ini juga bertugas memeriksa sampel vaksin di laboratorium, mengidentifikasi lokasi sebaran vaksin palsu, dan meneliti dampak kesehatan bayi yang disuntik vaksin palsu.

"Kami harap pengusutan (kasus) vaksin palsu bisa dituntaskan segera dengan adanya satgas ini," katanya.

Agung mengatakan hingga saat ini ada 16 tersangka yang diamankan dalam kasus praktik peredaran vaksin palsu.

Terbaru, polisi menangkap tersangka R (laki-laki) di Jakarta Timur. Ia berperan sebagai distributor vaksin palsu di Jakarta.

Jenderal bintang satu itu menambahkan bahwa tersangka R merupakan jaringan tersangka M dan T yang telah lebih dulu ditangkap di Semarang, Jawa Tengah.

Dalam kasus ini, diketahui ada empat komplotan pembuat vaksin palsu yakni tersangka P (ditangkap di Puri Hijau Bintaro), tersangka HS (ditangkap di Jalan Serma Hasyim Bekasi Timur), tersangka H dan istrinya R (ditangkap di Kemang Regency) serta tersangka M dan T (ditangkap di Semarang).

Dari usaha vaksin palsu, terungkap bahwa produsen vaksin bisa memperoleh keuntungan hingga Rp25 juta per minggu. Sementara pihak distributor meraup keuntungan Rp20 juta per minggu.

Agung mengatakan vaksin-vaksin palsu itu didistribusikan di Jabodetabek, Banten, Jawa Barat, Semarang (Jawa Tengah), Yogyakarta dan Medan (Sumatera Utara). "Mereka (para pelaku) sudah menggeluti usaha ini sejak tahun 2003," katanya.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 197 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar dan Pasal 62 Jo Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. (*)