Kronologi Penangkapan Anggota DPR Putu Sudiartana

id KPK, kronologi, penangkapan, Putu Sudiartana

Kronologi Penangkapan Anggota DPR Putu Sudiartana

Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (ANTARA FOTO)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkapkan kronologi operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (28/6) dan Rabu dini hari yang melibatkan anggota Komisi III DPR RI I Putu Sudiartana.

KPK mengamankan enam orang dalam OTT yang dimulai Selasa (28/6) sekitar pukul 18.00 WIB dari empat lokasi yang terpisah. Dari enam orang tersebut, lima di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu, mengungkapkan pihaknya mengamankan staf Putu berinisial NOP di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, bersama dengan suaminya yang berinisial MCH.

Pada Selasa (28/6) pukul 21.00 WIB, KPK kemudian mengamankan Putu di Kompleks DPR RI di Ulujami, Jakarta Selatan.

Pukul 23.00 pada hari yang sama, KPK kemudian mengamankan seorang pengusaha berinisial YA bersama Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman (Disprasjaltarkim) Sumatera Barat Suprapto. Keduanya kemudian dibawa ke Polda Sumbar untuk interogasi, kemudian diterbangkan ke Jakarta Rabu pagi.

KPK kemudian bergerak ke Tebing Tinggi, Sumatera Utara, Rabu, pukul 03.00 WIB, untuk mengamankan SHM (orang kepercayaan YA) dan kemudian dibawa ke Jakarta.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan lima tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait rencana pembangunan 12 proyek ruas jalan di Provinsi Sumatera Barat.

Kelimanya adalah Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat I Putu Sudiartana, NOP selaku staf pribadi Putu di Komisi III, SHM yang diduga perantara, seorang pengusaha berinisial YA, serta Kepala Dinas Prasarana Jalan dan Tata Ruang dan Pemukiman Pemerintah Provinsi Sumatera Barat bernama Suprapto.

Suprapto dan YA sebagai tersangka pemberi suap disangkakan melangar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sementara Putu Sudiartana, NOP, dan SHM sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang mengatur mengenai pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

KPK juga telah menyegel ruang kerja Putu di Ruang 0906 Lantai 9 Gedung Nusantara I Kompleks DPR, Jakarta.

Putu, yang juga menjabat Wakil Bendahara Umum (Wabendum) DPP Partai Demokrat, diduga menerima Rp500 juta yang diberikan melalui tiga kali transfer ke tiga rekening berbeda, salah satunya ke rekening Putu.

Dari bukti transfer yang ditemukan KPK, transaksi pertama sebesar Rp150 juta, kedua sebanyak Rp300 juta, dan terakhir Rp50 juta. KPK masih mendalami 'commitment fee' yang dijanjikan kepada Putu.

Diduga uang itu diberikan untuk memuluskan pengesahan anggaran proyek pembangunan ruas jalan di Sumbar dengan nilai proyek Rp300 miliar agar didanai APBN-P 2016.

Dalam OTT tersebut, KPK juga mengamankan MCH yang merupakan suami dari NOP, namun dilepas karena setelah diteliti sang suami tidak aktif terlibat dalam kasus ini karena nomor rekening banknya hanya dipakai sebagai tempat singgah aliran dana.

"Yang bertanggung jawab adalah istrinya (NOP)," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarief.

Barang bukti yang diamankan oleh KPK dalam OTT tersebut adalah uang tunai sebesar 40ribu Dollar Singapura serta beberapa bukti transfer.

Buka Puasa Bersama

Uang Rp500 juta yang ditransfer ke beberapa rekening tersebut dilakukan dalam rentang waktu berbeda, yaitu Sabtu (25/6) dan Senin (27/6).

Pada Senin (27/6), KPK menggelar acara buka puasa bersama dengan pemimpin dan anggota Komisi III DPR RI sebagai bagian dari agenda rutin pada Ramadhan.

Putu, yang merupakan anggota Komisi III, diduga telah menerima aliran uang sebagai bagian dari Rp500 juta ketika mengikuti acara bukber tersebut.

Laode M Syarief mengungkapkan bahwa agenda buka puasa bersama tersebut tidak memiliki hubungan dengan penanganan perkara maupun OTT yang baru saja dilakukan.

"Tidak ada hubungan buka puasa dengan kasus ini. Buka puasa bersama adalah karena Komisi III merupakan rekan KPK. Kami banyak berbicara mengenai peran KPK ke depan, dan tidak ada hubungannya dengan penyadapan dan 'surveillance'," kata dia.

Basaria Pandjaitan juga mengungkapkan para pemimpin KPK baru mengetahui aliran dana ke Putu yang dilakukan pada Senin (27/6) tersebut usai gelar perkara hasil OTT.

"Kapan transfer itu kami baru tahu setelah ada gelar perkara hari ini. Kalau kami sudah tahu saat itu, kami tangkap saat itu juga," kata Basaria. (*)