73 Bank Se-Indonesia Ditutup Sejak LPS Berdiri

id Likuidasi Bank

73 Bank Se-Indonesia Ditutup Sejak LPS Berdiri

Ilustrasi Uang ( )

Padang, (Antara Sumbar) - Izin usaha 73 bank di Indonesia yakni satu Bank Umum dan 72 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dicabut dan terpaksa tutup sejak Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berdiri pada 2006.

"Sejak 2006 hingga 2016 sudah 73 yang ditutup dengan faktor utama rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) yang tidak mencapai batas minimal empat persen," kata Direktur Group Likuidasi Bank LPS, Didik Madiyono di Padang, Jumat.

Ia menyampaikan dari 73 izin usaha bank yang dicabut itu, 59 di antaranya telah selesai dalam proses likuidasi. Sedangkan yang dalam proses likuidasi saat ini ialah sebanyak 14 BPR dengan tujuh di antaranya merupakan BPR yang izinnya dicabut pada 2016.

Khusus untuk Sumatera Barat (Sumbar), bank yang ditutup sejak LPS berdiri pada 2006 itu ialah sebanyak 14 BPR dan 10 di antaranya telah selesai.

"Secara keseluruhan, kami sudah membayarkan total peminjaman atau klaim penjaminan sebesar Rp814 miliar hingga Juli 2016," sebutnya.

Namun, ia mengimbau masyarakat di Indonesia untuk tidak berprasangka buruk terhadap BPR yang ada di negara ini karena total yang ditutup masih sangat kecil dibandingkan total BPR yang ada.

"Jangan lihat yang ditutupnya karena tidak semua BPR bemasalah," ujarnya.

Ia menambahkan total BPR di Indonesia ialah 1.797 BPR dengan rincian 1.632 BPR konvensional serta 165 BPR syariah.

Sementara Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perwakilan Sumbar Indra Yuheri menyebutkan untuk provinsi itu sendiri terdapat 98 BPR terhitung 29 Juli 2016 dengan tujuh di antaranya ialah BPR syariah.

"Total tersebut setelah adanya pencabutan 14 BPR sejak LPS berdiri dengan dua di antaranya dicabut izin usahanya pada 2016 yakni Januari dan Juli," katanya.

Secara umum, ia menyampaikan pihaknya selalu bersikap dan mengambil kebijakan agar terjadi penguatan-penguatan di BKR yakni dengan mendorong modal yang disetor dapat mencapai minimal Rp6 miliar.

"Selambat-lambatnya pada 2019 bisa minimal setoran Rp3 miliar dan pada 2024 tercapai Rp6 miliar. Ini dibutuhkan karena secara prinsip BPR butuh teknologi dan pegawai baik pula," jelasnya.

Untuk status BPR yang ada di Sumbar, saat ini masih ada yang masuk status pengawasan termasuk BPS LPN Kampung Manggis, Padang Panjang.

Menurutnya, BPR yang dalam status pengawasan sebenarnya dapat diselamatkan jika BPR menggunakan strategi mencari investor hingga mengajukan calon pada OJK dengan teliti yang memenuhi kategori-kategori tertentu.

Namun sevara keseluruhan, BPR di Sumbar saat ini sebenarnya berstatus baik dengan CAR di atas empat persen. Selain itu, tingkat kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) juga semakin meningkat dengan rata-rata tujuh hingga 10 persen.

"Kami akan selalu melakukan tindak pengawasan, karena walapu bagaimanapun situasi terjadinya penurunan daya beli masyarakat tidak dapat dihindarkan," ujarnya.