Pengadilan: Hakim Bisa Pertimbangkan Pemberatan Hukuman Susanto

id kasus, gula, ilegal

Padang, (Antara Sumbar) - Majelis hakim Pengadilan Negeri Padang bisa mempertimbangkan pemberatan hukuman kepada terdakwa pengusaha gula Xaveriandy Sutanto, atas pelanggaran status tahanan kota setempat.

"Terdakwa berstatus sebagai tahanan kota di Padang, kemudian ditangkap oleh KPK di Jakarta. Dalam praktik persidangan, biasanya pelanggaran tersebut jadi pertimbangan oleh hakim untuk menjatuhkan hukuman," kata Pejabat Humas Pengadilan Negeri Klas I A Padang Estiono di Padang, Rabu.

Meskipun demikian untuk perkara Xaveriandy Sutanto, ia tidak ingin menduga-duga tentang putusan majelis hakim, karena hal tersebut adalah kewenangan majelis hakim.

"Untuk terdakwa yang melanggar status tahanan kotanya, dan terungkap, pasti akan menjadi catatan hakim. Tapi berapa hukuman yang dijatuhkan, itu adalah kewenangan majelis hakim," terangnya.

Estiono juga menyebutkan, beberapa hal lain yang bisa menjadi pemberat hukuman terdakwa dalam sidang pertama adalah melarikan diri, tidak kooperatif, dan mengulangi kembali perbuatan pidananya.

Pelanggaran atas status tahanan kota Xaveriandy Sutanto, terungkap dari operasi tangkap tangan (OTT), yang dilakukan oleh KPK di kediaman Ketua DPD Irman Gusman di Jakarta. Dalam OTT tersebut Xaveriandy juga ikut ditangkap.

Hanya saja saat penangkapan tersebut Xaveriandy Sutanto, berstatus sebagai tahanan kota atas perkara pidananya yang tengah berjalan di Pengadilan Negeri Klas I A Padang, sehingga yang bersangkutan seharusnya tidak boleh ke Jakarta.

Pada bagian lain untuk persidangan gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) yang saat ini masih berjalan di Pengadilan Negeri Padang.

Sidang beragendakan pemeriksaan saksi meringankan (a de charge) tersebut pada Selasa (20/9), sempat dibuka, namun kemudian untuk diundur oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Padang.

Pengunduran dilakukan karena terdakwa Xaveriandy Sutanto tidak bisa hadir karena juga menjadi tahanan KPK dalam kasus dugaan suap terhadap Irman Gusman. (*)