Guru Besar Unand Jadi Saksi Ahli Sidang Gula

id kasus gula

Padang, (Antara Sumbar) - Guru besar dari Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) Prof Elwi Danil dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan dugaan gula illegal tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) di Pengadilan Negeri Padang, Sumatera Barat (Sumbar).

"Saya berpendapat bahwa Undang-undang nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan masuk dalam kategori undang-undang lapangan administrasi khusus," katanya saat memberikan keterangan di Pengadilan Padang, Selasa.

Ia berpendapat dalam penyelesaian permasalahan sebagaimana yang diatur undang-undang perdagangan, sebagaimana yang dikenakkan menjerat terdakwa Xaveriandy Sutanto, perlu diperhatikan sanksi administrasinya selain sanksi pidana.

"Dalam undang-undang itu memang terdapat sanksi pidana, namun tidak boleh menyampingkan sanski administrasi," jelasnya.

Menurut saya, katanya, dalam undang-undang perdagangan sanksi pidana seharusnya menjadi sanksi terakhir (ultimum remidium), setelah dilakukan sanksi administrasi.

Ia berpendapat sanksi pidana dalam aturan itu tidak bisa dijadikan sebagai pilihan utama (premium ultimatum), seperti halnya undang-undang yang mengatur kejahatan luar biasa seperti narkoba, terorisme, dan lainnya.

"Pendapat saya itu juga diperkuat dengan pasal 57 ayat (7) yang terdapat dalam undang-undang perdagangan sendiri. Dimana disebutkan sanksi administratif berupa penarikan, bagi barang tanpa SNI yang telah diedarkan, sebelum masuk ke ranah pidana," jelasnya.

Selain itu, lanjutnya, dalam perbuatan pidana itu juga perlu digali tentang adanya niat jahat atau tidak.

Saat ditanyai oleh penasehat Xaveriandy Sutanto, Devika Yufiandra Cs, terkait surat dari Pemerintah Provinsi Sumbar kepada CV Rimbun Padi Berjaya (milik terdakwa) tertanggal 9 juli 2016, yang berisi imbauan untuk melakukan operasi pasar, serta surat Sekjen Kementerian Perdagangan RI berisi penjelasan dan permintaan pelepasan gula-gula yang disita oleh Polda Sumbar, Elwi Danil enggan mengomentari.

"Itu bagian dari fakta-fakta yang perlu digali di persidangan ini," katanya.

Selain Elwi Danil pihak terdakwa juga menghadirkan ahli lainnya yang juga berasal dari Fakultas Hukum Unand, Lucky Raspati. Dalam persidangan ia menerangkan seputaran ketentuan penyertaan label SNI pada suatu kemasan produk.

Penasehat hukum Defika Yufiandra, mengatakan sengaja menghadirkan dua ahli tersebut untuk meluruskan batasan sanksi adminisitrasi dan sanksi pidana dalam perkara gula tanpa SNI yang menjerat kliennya.

Majelis Hakim yang diketuai Amin Ismanto, beranggotakan Sri Hartati, dan Sutedjo, memutuskan untuk menunda sidang hingga Selasa (8/11), dengan agenda tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Padang Rusmin, yang melakukan koordinasi langsung dengan KPK untuk menghadirkan Xaveriandy Sutanto di Padang, optimis kembali bisa menghadirkan terdakwa itu pada sidang selanjutnya.

Karena seperti diketahui selain perkara pidana di Pengadilan Padang, Xaveriandy Sutanto juga terjerat sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap yang ditangani KPK. Atas status tersangkanya itu ia ditahan penyidik KPK di Jakarta.

"Saya optimis bisa kembali menghadirkan terdakwa pada sidang selanjutnya. Karena saya langsung yang melakukan koordinasi dengan KPK, KPK juga sangat membantu," katanya.

Sebelumnya, Xaviendry Susanto dijerat dengan pasal 113 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 68 tahun 2013 tentang Pemberlakuan SNI Gula Kristal Putih Secara Wajib.

Kasus tersebut berawal saat Polda Sumbar menggerebek dan menyita 30 ton gula dalam gudang milik Tanto di Kilometer 22 Jalan By Pass, Kota Tangah, Kota Padang. (*)