Parade Bhinneka Tunggal Ika Diikuti 97.000 Massa

id Bhinneka Tunggal Ika

Jakarta, (Antara Sumbar) - Parade Bhinneka Tunggal Ika yang digelar pada Sabtu pagi di Bundaran Patung Kuda Arjuna Wiwaha, dengan menampilkan keberagaman suku bangsa, agama serta ras di Indonesia, diikuti oleh 97.000 massa dari masyarakat sipil.

"Kemarin komitmen dari berbagai elemen yang mau datang, totalnya ada 97 ribu massa, belum termasuk yang datang pribadi dengan sendirinya," kata salah satu penggagas Parade Bhinneka Tunggal Ika, Hasan Nasbi di Jakarta, Sabtu.

Hasan mengatakan sasaran yang dituju dalam aksi damai ini adalah merawat Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebhinnekaan Indonesia serta mempertahankan pemerintahan yang terpilih secara konstitusional dan menyerukan penegakan hukum yang tidak bisa diintervensi pihak mana pun.

Menurut dia, sejumlah masyarakat sipil gelisah karena dibiarkannya kelompok yang dinilai tidak menghargai perbedaan, tidak memiliki ke-Bhinekaan, namun ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan ideologi yang bertentangan dengan NKRI.

"Yang bisa menerima keberagaman itu hanya Pancasila, tapi ada sebagian orang muncul seolah bukan orang Indonesia. Kita harus memuliakan bangsa sendiri, bukan meniadakan sesama bangsa hanya karena ia lahir berbeda," ujar Hasan.

Ia menambahkan bahwa info Parade Bhinneka Tunggal Ika ini sudah disebarluaskan sejak sepekan lalu melalui berbagai sosial media, seperti Facebook, Twitter dan Instagram.

Antusiasme masyarakat dari berbagai wilayah pun terlihat dengan datangnya warga dari Nias, Kalimantan Barat, Banten dan Jabodetabek dengan memakai kaos merah/putih dan baju adat.

Massa telah berkumpul di sekitar Bundaran Patung Kuda Arjuna Wiwaha sejak pukul 07.30 WIB. Berbagai hiburan mulai dari tari Tor-Tor Sumatra Utara, Reog Ponorogo dan Barongsai pun menyemarakkan acara ini.

Rohaniwan lintas agama dari Islam, Protestan, Katolik, Buddha, Hindu dan Kong Hu Cu juga tak luput mendoakan Intan Olivia Marbun (2,5 tahun), salah satu bocah korban ledakan bom Samarinda di Gereja Oikumene, Kecamatan Loa Janan Ilir, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

Reog Ponorogo Ikut Ramaikan

Salah satu kesenian budaya asal Jawa Timur, Reog Ponorogo meramaikan Parade Bhinneka Tunggal Ika yang digelar pada Sabtu pagi di dekat Bundaran Patung Kuda Arjuna Wiwaha, dengan menampilkan keberagaman suku bangsa, agama serta ras di Indonesia.

"Ada tujuh topeng barong yang kami bawa nanti akan ikut parade sampai (bundaran) HI. Ini topengnya dari paguyuban Reog Ponorogo se-Jabodetabek," kata salah satu penari yang membawa Barong Dadak Merak, Bio, di Jakarta, Sabtu.

Bio mengatakan ada 40 orang yang tampil dari Paguyuban Reog Jabodetabek yang akan membawa tujuh topeng Barong Dadak Merak dan menari "Jathilan", kesenian tari khas dengan lagi "Jaran Kepan".

Selain Reog Ponorogo, berbagai tarian seperti tari Dayak dari Kalimantan Tengah dan tari Tor-Tor dari Sumatra Utara juga menyemarakkan acara yang dimulai sejak pukul 08.00 sampai 12.00 WIB tersebut.

"Kami sebenarnya dari PGI (Persekutuan Gereja-gereja Indonesia) tadi nari tor-tor ada enam orang. Memang kalau ada acara NKRI sering diundang," kata salah satu penari, Ester Gultom.

Massa yang mengikuti parade juga dihibur oleh atraksi Barongsai dan berjoget diiringi lagu Gemu Fa Mi Re" ala Maumere yang berasal dari Kupang Nusa Tenggara Timur.

"Acara ini kita umumkan dalam waktu kurang seminggu di Facebook dan Twitter, tapa mengundang tokoh besar dan artis terkenal, tapi animonya luar biasa yang datang ke sini ada Sunda Wiwitan, paguyuban, bahkan petani datang ke sini," kata salah satu penggagas Parade Bhinneka Tunggal Ika, Hasan Nasbi.

Ada pun antusiasme masyarakat dari berbagai wilayah pun terlihat dengan datangnya warga dari Nias, Kalimantan Barat, Banten dan Jabodetabek dengan memakai kaos merah/putih dan baju adat.

Sasaran yang dituju dalam aksi damai ini adalah merawat Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebhinnekaan Indonesia serta mempertahankan pemerintahan yang terpilih secara konstitusional dan menyerukan penegakan hukum yang tidak bisa diintervensi pihak mana pun.

Hasan mengatakan acara berawal dari kegelisahan masyarakat sipil gelisah karena dibiarkannya kelompok yang dinilai tidak menghargai perbedaan, tidak memiliki ke-Bhinekaan, namun ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan ideologi yang bertentangan dengan NKRI. (*)