Padang, (Antara Sumbar) - Badan Pusat Statistik Sumatera Barat mencatat nilai tukar petani di daerah itu pada Desember 2016 naik sebesar 1,31 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
"Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga di perdesaan pada 11 kabupaten di Sumbar, nilai tukar petani November mencapai 96,60; pada Desember 2016 naik menjadi 97,87," kata Kepala BPS Sumbar Dody Herlando di Padang, Rabu.
Ia menjelaskan nilai tukar petani diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga dibayar petani, yang merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan.
Menurut dia, nilai tukar petani juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
"Semakin tinggi nilai tukar petani maka semakin kuat pula kemampuan atau daya beli petani," kata dia.
Ia menyebutkan nilai tukar petani Desember untuk subsektor tanaman pangan 94,89, subsektor hortikultura 91,84, subsektor tanaman perkebunan rakyat 91,60, subsektor peternakan 103,64 dan subsektor perikanan 106,32.
Menurutnya secara regional di Sumbar pada Desember terjadi deflasi di perdesaan sebesar 0,34 persen disebabkan deflasi pada kelompok bahan makanan 0,99 persen dan kelompok sandang 0,34 persen.
Sementara, indeks harga yang dibayar petani pada Desember turun 0,21 persen dibandingkan bulan sebelumnya dari dari 125,51 menjadi 125,24.
Sebelumnya Bank Indonesia (BI) Sumbar mengemukakan cuaca ekstrem yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir mempengaruhi produksi pertanian hingga berdampak pada kontraksi lapangan usaha pertanian pada triwulan III 2016.
Turunnya produksi tanaman pangan, terutama padi mulai terlihat sejak Juli hingga September 2016. Gangguan cuaca,yaitu kemarau di beberapa daerah dan curah hujan yang cukup tinggi di beberapa daerah lain menyebabkan gagal panen produksi padi, kata Kepala perwakilan BI Sumbar Puji Atmoko.
Ia mengatakan berkurangnya pasokan tanaman pangan tersebut tercermin dari meningkatnya harga gabah di tengah masih tingginya permintaan beras.
"Indikator lain kontraksi pertanian tercermin dari penyaluran kredit pertanian yang melambat signifikan dari 7,0 persen pada triwulan II 2016 menjadi 1,8 persen pada triwulan III 2016," kata dia. (*)
Berita Terkait
BI: TPID harus bekerja keras kendalikan inflasi Sumbar
Kamis, 4 April 2024 11:15 Wib
BPS pastikan Sumbar tidak miliki hubungan dagang dengan Israel
Selasa, 2 April 2024 3:48 Wib
BPS jelaskan penyebab inflasi Pasaman Barat capai 5,90 persen
Senin, 1 April 2024 16:02 Wib
Kemenkumham Sumbar-BPS Sumbar Gelar Evaluasi Pelaksanaan SPAK-SPKP
Jumat, 15 Maret 2024 20:39 Wib
Kanwil Kemenkumham-BPS Sumbar Evaluasi Pelaksanaan SPAK-SPKP
Jumat, 15 Maret 2024 11:57 Wib
Bank Indonesia: Inflasi Sumbar masih terkendali melalui kinerja TPID
Sabtu, 2 Maret 2024 14:40 Wib
Wisatawan asal Malaysia dominasi kunjungan ke Sumatera Barat
Sabtu, 2 Maret 2024 5:26 Wib
Sumbar impor bahan bakar mineral senilai Rp479 miliar
Sabtu, 2 Maret 2024 5:26 Wib