Menyelamatkan Penyu di Sumatera Barat

id penyu

Menyelamatkan Penyu di Sumatera Barat

(ANTARA TV SUMBAR)

Maraknya eksploitasi terhadap penyu membuat satwa yang dikenal berumur panjang ini mulai mengalami kepunahan khususnya, di Sumatera Barat maupun wilayah-wilayah lain di Indonesia.

Sebagai salah satu spesies hewan purba yang masih bertahan hinga saat ini, keberadaan penyu diperkirakan sudah ada sejak 150 juta tahun lalu, jauh mengalahkan kedigdayaan dinosaurus yang telah punah sejak 65 juta tahun lalu.

Dari tujuh spesies penyu yang ada di dunia, enam di antaranya ada di Indonesia dan empat spesies ditemukan di wilayah perairan Sumbar yang perlindungannya sudah diatur dalam Undang nomot 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999.

Enam spesies penyu yang ada di perairan Indonesia adalah penyu hijau (Chelonia Mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu pipih (Natattor Depressus), penyu tempayan (Caretta Caretta), penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea) dan penyu belimbing (Dermochelys Coriacea).

Peneliti penyu dari Universitas Bung Hatta Sumatera Barat, Harfiandi Damanhuri mengatakan penyu merupakan salah satu spesies yang terbilang sensitif terhadap gangguan.

Ia menerangkan untuk berkembang biak penyu akan mencari lokasi yang relatif tenang dan jauh dari keramaian, sebab sensitif terhadap cahaya lampu dan juga suara-suara yang mengganggu.

"Untuk bertelur penyu memiliki karakter tersendiri dalam memilih tempat, seperti pantai yang landai, bersih, pasir yang halus dan juga pantai yang tersembunyi dan jauh dari aktivitas," katanya.

Ia menjelaskan satu ekor penyu bisa berumur hingga di atas 100 tahun dan menurut perkiraannya apabila eksploitasi terus dilakukan maka penyu akan mengalami penyusutan populasi.

Apabila terjadi eksploitasi secara terus menerus terhadap telur penyu selama 80 tahun, maka 20 tahun setelahnya sudah tidak akan ada lagi regenerasi penyu, kata Harfiandi.

Pada 1950 pada satu lokasi di daerah Sumbar terdapat 40 ekor penyu yang merapat ke pantai untuk bertelur maupun singgah pada setiap malamnya dan saat ini hanya tinggal dua sampai tiga ekor.

Sudah 67 tahun selisih waktu dari 1950 hingga 2017, maka menurutnya 13 tahun yang akan datang populasi penyu di kawasan Sumbar akan semakin berkurang karena tidak ada tukik atau anak penyu yang ditetaskan.

"Kondisi ini yang membuat kenapa konservasi dan perlindungan terhadap penyu perlu dilakukan, jangan sampai suatu saat nanti penyu hanya dikenal dari gambar oleh generasi selanjutnya," ujarnya.

Harfiandi mengatakan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan populasi penyu mulai menurun, seperti manusia maupun alam.

Hingga saat ini pada beberapa wilayah di Indonesia termasuk di Sumbar masih terjadi eksploitasi terhadap penyu, apakah itu ekploitasi terhadap telur maupun terhadap penyu itu sendiri.

Selain berhadapan dengan oknum yang mengeksploitasi penyu untuk kepentingan pribadi, faktor manusia seperti tradisi memakan penyu yang ada pada masyarakat Mentawai ikut memicu kepunahan hewan itu.

"Kerusakan alam yang menjadi habitat penyu untuk berkembang biak juga sangat berpengaruh, sebab penyu akan kesulitan mencari tempat yang aman untuk menetaskan telurnya," katanya.

Melihat hal ini Harfiandi mengajak seluruh masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam melestarikan penyu agar tidak ada lagi ekspoitasi yang berujung pada kemusnahan penyu.

Di sisi lain, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang juga berupaya melakukan pelestarian terhadap penyu yang ada di wilayah kerjanya.

Kepala BPSL Padang, Muhammad Yusuf mengatakan dalam tahun ini pihaknya akan melakukan pendataan terhadap penyu yang ada di Sumbar, baik itu jenis maupun lokasi-lokasi yang sering disinggahi.

"Untuk dapat melakukan konservasi tentu harus memiliki data terlebih dahulu, selama ini data tentang penyu masih minim sehingga nantinya bisa melakukan upaya konservasi terhadap penyu," kata dia.

Ia mengatakan selain melakukan pendataan pihaknya juga akan melakukan sosialisasi terhadap masyarakat tentang keberadaan penyu yang sudah dilindungi oleh undang-undang dan sebagai salah satu spesies yang terancam punah.

Di Sumatera Barat terdapat beberapa lokasi yang teridentifikasi sebagai tempat penyu bertelur, lokasi tersebut berada di sepanjang pesisir pantai Sumbar dan juga di daerah Kepulauan Mentawai.

Daerah-daerah tersebut yaitu Pasaman Barat, Siberut dan Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan serta beberapa titik di Pesisir Selatan.

Muhammad Yusuf menambahkan tahun ini penyu merupakan salah satu proyek percontohan yang tengah dipersiapkannya di samping lainnya seperti kuda laut di Bintan, teripang di Tapanuli Tengah, napoleon di Natuna serta kima dan lola di Batam dan Linga.

Mengingat upaya pelestarian merupakan tanggung jawab bersama, Yusuf mengharapkan agar seluruh pihak dapat ikut berperan aktif untuk melestarikan penyu.

Untuk ke depan pihaknya akan terus melakukan sosialisasi bersama LSM terkait untuk mengampanyekan pelestarian penyu yang sudah terancam punah karena berbagai faktor yang mempengaruhinya.

"Selain masyarakat pihak pemerintah daerah diharapkan dapat ikut memperhatikan kelestarian penyu, selain sebagai daya tarik sendiri bagai sebuah daerah diharapkan generasi-generasi mendatang tetap dapat menyaksikan penyu secara langsung," katanya.

Sementara peneliti bidang perikanan dan kelautan dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Indra Junaidi Zakaria mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melanjutkan konsumsi telur penyu.

"Sebaiknya masyarakat mulai meninggalkan kebiasaan memakan telur penyu sebab tidak memiliki manfaatnya, bahkan lebih cenderung menimbulkan berbagai penyakit dan mengancam eksistensi hewan tersebut," katanya.

Ia menjelaskan secara ekologis akibat dari perburuan terhadap telur penyu tersebut dapat mengancam habitatnya. Disamping itu bila terjadi dalam waktu yang lama bukan tidak mungkin akan mengancam keberadaan suatu jenis penyu.

"Mengingat saat ini penyu menjadi salah satu hewan tertua yang terancam kepunahannya," katanya.

Dengan tidak melakukan perburuan dan mengkonsumsi telur penyu menandakan bahwa masyarakat telah menjaga dan melestarikan sumber daya hayati laut khususnya penyu, katanya.

"Secara kesehatan pun telur penyu yang dimakan mentah maupun matang tidak memiliki manfaat untuk tubuh," ujar Indra Junaidi.

Sebab, katanya, sebagian besar kandungan telur penyu tersebut bila dimasak tidak mengalami pengerasan, hal ini menandakan terdapat lemak jenuh yang tinggi. Besarnya kandungan lemak jenuh berpotensi menaikan kolesterol yang ada dalam darah. (*)