Legislator Sarankan RS Pesan Vaksin Melalui E-Katalog

id John Kenedy Azis

Legislator Sarankan RS Pesan Vaksin Melalui E-Katalog

Anggota Komisi IX DPR RI dari Partai Golkar John Kenedy Azis. (Antara)

Parit Malintang, (Antara Sumbar) - Anggota Komisi IX DPR RI dari Partai Golkar John Kenedy Azis menyarankan semua rumah sakit negeri dan swasta agar memesan vaksin dasar melalui elektronik katalog (E-Katalog) untuk menghindari praktik pemalsuan.

"Jika penyaluran vaksin ke rumah sakit negeri dan swasta dilakukan melalui E-Katalog dipastikan tidak akan terjadi lagi praktik vaksin palsu," katanya usai melakukan pertemuan dengan Dinas Kesehatan dan masyarakat di Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat, Kamis (16/2).

Ia mengatakan kasus vaksin palsu pada 2016 umumnya ditemukan pada sejumlah rumah sakit swasta, dan hingga kini tidak ditemukan di rumah sakit negeri.

Hal ini karena rumah sakit swasta belum menggunakan E-Katalog dalam pembelian vaksin, sehingga vaksin yang diterima tidak teruji keasliannya.

Masih banyak rumah sakit swasta membeli vaksin melalui sales, sehingga kemungkinan menerima vaksin palsu sangat besar.

Pemerintah kata dia, saat ini sedang melakukan uji coba tiga vaksin dasar, dan diharapkan penyalurannya nanti melalui E-Katalog guna menghindari pemalsuan dan agar masyarakat tidak dirugikan.

Sebelumnya Kementerian Kesehatan menambah tiga vaksin dasar mulai 2017 dalam rangka program nasional imunisasi dasar lengkap yaitu vaksin Measles Rubella (MR), Pneumococcus, dan Human Papillomavirus (HPV).

Vaksin Measles Rubela digunakan sebagai pengganti vaksin campak yang sudah diterapkan selama ini. Vaksin Pneumococcus bertujuan untuk pencegah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Sementara vaksin HPV digunakan untuk mencegah kanker serviks yang bisa divaksinasi pada anak-anak tanpa perlu menunggu dewasa

"Saat ini tiga vaksin itu masih tahap diuji coba," kata Menteri Kesehatan Nila F Moeloek.

Ia mengatakan pihaknya akan bekerjasama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam menyalurkan vaksin baru ini guna menghindari adanya praktik vaksin palsu seperti yang terungkap pada 2016. (*)