Kejagung: Penonaktifan Ahok Tidak Tergantung Tuntutan

id Jaksa Agung, HM Prasetyo

Kejagung: Penonaktifan Ahok Tidak Tergantung Tuntutan

Jaksa Agung HM Prasetyo.

Jakarta, (Antara Sumbar) - Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan keputusan penonaktifan terhadap Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama yang menjadi terdakwa penistaan agama, tidak tergantung tuntutan.

"Jadi kalau mendagri mengatakan, nanti kita tunggu tuntutan jaksa, sesungguhnya bukan tuntutan jaksa," katanya di Jakarta, Jumat.

Melainkan, kata dia, menunggu putusan hakim perkara penistaan agama. "Putusan hakim yang benar," ucapnya.

Ia menjelaskan jika jaksa menuntut Ahok selama-lamanya lima tahun penjara, namun itu belum memberikan kepastian hukum.

Selain itu, kata dia, majelis hakim yang menangani perkara tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Utara belum tentu memutus perkara tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum.

"Jaksa bisa menuntut, misalnya, Pasal 156a KUHP, tapi hakim putuskan yang lain, itu bukan jaksa yang menentukan," ujarnya.

Seperti diketahui, dalam perkara kasus penistaan agama itu Ahok dikenakan dakwaan alternatif, yakni, Pasal 156a KUHP dan Pasal 156 KUHP.

Ancaman dari Pasal 156a KUHP adalah maksimal lima tahun kurungan, sedangkan Pasal 156 KUHP ancamannya empat tahun penjara.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih menunggu tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan penistaan agama, sebelum menentukan status Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam pemerintahan.

"Jika tuntutan paling sedikit lima tahun maka akan diberhentikan sementara, sampai ada keputusan hukum tetap," kata Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat.

Ia menuturkan keputusan yang diambil tersebut mengacu pada Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), yang menyebutkan kepala daerah atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara, tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Saat ini, Ahok sudah berstatus sebagai terdakwa dan disangkakan Pasal 156 atau pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 156 KUHP menyatakan barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (*)