Penanganan Karhutla Sumbar Fokus pada Preventif

id Kebakaran, Hutan, Sumbar

Penanganan Karhutla Sumbar Fokus pada Preventif

Ilustrasi. (ANTARA SUMBAR)

Padang, (Antara Sumbar) - Penanganan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Sumatera Barat (Sumbar) difokuskan pada tindakan preventif dengan melibatkan masyarakat secara aktif, terutama yang berada di sekitar lokasi itu.

"Kita membentuk kelompok masyarakat peduli api di tingkat nagari, terutama yang berada di sekitar lokasi untuk deteksi dini kebakaran hutan dan lahan," kata Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Hendri Oktavia di Padang, Jumat.

Kelompok masyarakat itu, ujarnya bisa membantu pemadaman api jika belum terlalu besar. Jika tidak bisa diantisipasi sendiri, diarahkan untuk segera melapor ke posko yang sudah dibentuk di tingkat provinsi.

"Tim yang selalu siap di posko akan segera merespon untuk melakukan pemadaman, berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Dinas Pol PP dan Pemadam Kebakaran Sumbar," kata dia.

Selain itu, jelasnya Gubernur Sumbar Irwan Prayitno juga telah mengirimkan surat edaran bagi bupati dan wali kota untuk waspada kebakaran hutan/lahan saat musim kemarau seperti sekarang.

"Kita berharap tindakan preventif ini bisa mengantisipasi agar tidak terjadi kebakaran hutan di Sumbar. Karena kalau terjadi semua menjadi susah. Masyarakat terkena dampak, pemerintah pun keteteran dalam hal anggaran penanggulangan," kata dia.

Bercermin dari kebakaran bukit di Limapuluh Kota beberapa waktu lalu, terangnya butuh anggaran miliaran untuk pemadaman, karena harus menggunakan helikopter. Beruntung anggaran ditanggung oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Meski demikian ia menilai Sumbar bukan daerah yang rawan kebakaran hutan serta lahan, karena tidak memiliki lahan gambut yang relatif mudah terbakar.

"Hutan yang sering terbakar adalah gambut. Kita tidak punya hutan jenis itu," katanya.

Sementara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ketaping, Padangpariaman, Sumatera Barat memprediksi 70 persen wilayah di Sumbar akan menghadapi cuaca panas kering hingga pertengahan Maret 2017.

"Kondisi ini secara klimatologis disebabkan karena setiap bulan Februari Sumatera Barat cenderung mengalami cuaca panas kering," kata Kepala Seksi Observasi dan Informasi BMKG Ketaping, Padangpariaman, Budi Samiadji.

Ia menilai cuaca panas itu berpotensi mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan.

Namun hingga saat ini, katanya kondisi masih cukup baik karena tidak ada terpantau titik panas yang timbul akibat cuaca panas kering.

"Dalam lima tahun terakhir setiap bulan Februari dengan cuaca cenderung kering seperti ini langsung timbul titik panas yang menyebabkan kebakaran lahan. Tahun ini relatif lebih baik karena belum ada terpantau titik panas," katanya. (*)