Jakarta, (Antara Sumbar) - Otoritas Jasa Keuangan mengungkapkan ada 22 bank yang memiliki rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) di atas lima persen secara "gross" pada Januari 2017, sehingga otoritas meminta bank-bank tersebut meningkatkan biaya pencadangan untuk mencegah risiko.
Menurut data OJK mengenai kinerja industri perbankan yang diberikan kepada Komisi XI DPR, dan dikutip Antara, di Jakarta, Kamis, bank berkategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU II) paling banyak memiliki rapor NPL merah di atas lima persen yakni 11 bank. Kemudian, Bank kategori BUKU III sebanyak enak bank, dan bank BUKU I sebanyak lima bank.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan 22 bank tersebut sudah diminta untuk meningkatkan pengawasan dan aspek kehati-hatian, salah satunya dengan memperbesar biaya pencadangan terhadap NPL.
Dengan begitu, Nelson meyakini, dalam beberapa bulan ke depan, NPL 22 bank tersebut akan menyusut. Lagipula, kata Nelson, jika secara "nett", NPL 22 bank tersebut di bawah lima persen.
"NPL 'nett' nya sudah di bawah lima persen. Kalau menurut peraturan kami itu, yang membatasi itu dari NPL 'nett'nya jangan sampai melebihi lima persen," ujar Nelson.
Nelson enggan merinci entitas 22 bank tersebut. Dia mengatakan 22 bank tersebut adalah bank swasta.
Menurut dia, membengkaknya NPL pada awal tahun ini, lebih karena masih lesunya perekonomian dalam negeri. Nelson menjelaskan NPL 22 bank tersebut sangat dipengaruhi penurunan kualitas kredit dari sektor industri pengolahan dan perdagangan besar.
"Kalau NPL 'gross', kami melihat karena masalah makro. Kami menilainya dai kemampuan bank mengendalikan NPL, dari NPL 'nett'," ujar dia.
NPL "gross" merupakan rasio kredit bermasalah yang dihitung dari total kredit sebelum dikrurangi nilai Penghapusan Penyisihan Aktiva Produktif (PPAP) bank. Sedangkan NPL "nett", rasio kredit bermasalah dari perhitungan total kredit yang sudah dikurangi PPAP.
OJK, kata Nelson, sudah memberikan beberapa instruksi kepada 22 bank tersebut. Pertama, agar bank dengan NPL tinggi untuk mengurangi ketergantungan terhadap debitur inti. Kedua, bank harus menambah setoran modal untuk mengantisipasi penurunan kecukupan modal inti (Capital Adequacy Ratio/CAR) karena buruknya kualitas kredit.
Ketiga, OJK juga meminta bank tersebut untuk melakukan uji tekanan (stress test) tentang kecukupan modal dan rentabilitas bank setelah ditambahkannya biaya Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Keempat, OJK juga meminta bank memperbaiki infrastruktur perkreditan. (*)
Berita Terkait
OJK-Unand edukasi mahasiswa terkait literasi keuangan digital
Selasa, 5 Maret 2024 21:06 Wib
OJK: Nilai aset kripto pada 2024 mencapai Rp48,82 triliun
Senin, 4 Maret 2024 20:36 Wib
BPD Sumbar : Syarat pinjaman KUR 2024 tidak rumit
Jumat, 26 Januari 2024 13:39 Wib
OJK sumbar sosialisasikan Undang-undang penguatan sektor jasa keuangan
Sabtu, 9 Desember 2023 19:53 Wib
Pemkot Bukittinggi terima penghargaan OJK terbaik akses keuangan di Sumbar
Minggu, 29 Oktober 2023 15:02 Wib
OJK catat jumlah investor di Sumbar tumbuh 21,16 persen
Jumat, 27 Oktober 2023 11:47 Wib
OJK Sumbar: sektor jasa keuangan Sumbar stabil hingga akhir Juli
Selasa, 19 September 2023 18:27 Wib
OJK Sumbar: investor muda dominasi industri pasar modal
Selasa, 5 September 2023 4:38 Wib