Padang Peringkat 17 Tata Kelola Ekonomi Daerah

id Padang, tata, Kelola, Ekonomi, Daerah

Padang, (Antara Sumbar) - Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengumumkan kota Padang, Sumatera Barat berada pada urutan ke-17 hasil kajian tata kelola ekonomi daerah berdasarkan survei yang dilakukan pada 32 kota di Tanah Air.

Ini merupakan hasil penilaian pelaku usaha terhadap aspek kebijakan, kelembagaan dan layanan investasi daerah, Padang berada pada urutan ke-17 dengan indeks 63,96, sementara peringkat pertama diraih oleh Pontianak dan peringkat terbawah oleh Medan, kata Peneliti KPPOD Boedi Rheza di Padang, Selasa.

Ia menyampaikan hal itu saat pemaparan hasil studi tata kelola ekonomi daerah dengan tema "Tata Kelola Ekonomi Daerah Road to Indonesian Development Forum" di hadiri kepala Bappeda Padang, Rudy Rinaldi, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Muzakir Aziz dan pemangku kepentingan terkait.

Boedi menjelaskan dalam melakukan penilaian pihaknya menggunakan 10 variabel yaitu perizinan usaha, biaya transaksi, akses lahan, interaksi pemerintah daerah dan pelaku usaha, program pengembangan usaha swasta, kapasitas dan integritas kepala daerah.

Kemudian, infrastruktur daerah, keamanan dan resolusi konflik, ketenagkerjaan dan kualitas peraturan daerah.

"10 variabel tersebut diturunkan menjadi 36 indikator yang kemudian digali lebih dalam lewat pertanyaan kepada responden yaitu pelaku usaha mulai dari skala kecil hingga besar," kata dia.

Ia menyebutkan di Padang variabel yang memperoleh nilai tertinggi adalah keamanan dan resolusi konflik dengan indeks 92,36.

"Artinya tingkat pencurian dan konflik sosial dalam dunia usaha di Padang relatif rendah atau pelaku usaha merasa aman dan tingkat keamanan di kota ini cukup baik," ujar dia.

Kemudian untuk variabel kapasitas dan integritas kepala daerah mendapatkan indeks 81,77 persen yang artinya pelaku usaha memberikan persepsi positif kepada wali kota.

"Pelaku usaha menilai wali kota adalah figur yang disegani, tidak melakukan tindakan menguntungkan diri sendiri serta memahami masalah dunia usaha," katanya.

Berikutnya untuk variabel program pengembangan usaha swasta Padang mendapatkan indeks 76,84 yang artinya tingkat pengetahuan pelaku usaha terhadap program pemerintah cukup tinggi.

Lalu untuk akses lahan Padang memperoleh indeks 75,30 dengan artian administrasi pertanahan dinilai baik oleh pelaku usaha dan pelayanan sertifikat tanah relatif mudah.

Sementara untuk variabel perizinan usaha Padang memperoleh indeks 73,15, biaya transaksi 55,86, kualitas peraturan daerah 67,72, infrastruktur 67,09, ketenagakerjaan 47,48 dan yang terendah interaksi dengan pelaku usaha 35,83 persen.

Ia melihat rendahnya interaksi antara pemerintah dengan pengusaha karena jarangnya pertemuan secara langsung seperti dialog yang membicarakan persoalan ekonomi dan dunia usaha untuk merumuskan kebijakan yang bertujuan memperbaiki iklim investasi.

Namun poin yang cukup menarik adalah adanya kebijakan pemberian insentif kepada pelaku usaha dalam bentuk pengurangan tarif pajak dan retribusi daerah sebesar 60 persen hingga 100 persen dalam dua tahun pertama yang merupakan salah satu inovasi cukup baik, lanjut dia.

Sementara Kepala Bappeda Padang, Rudy Rinaldi menilai perolehan peringkat ke-17 artinya tidak baik namun juga tidak terlalu buruk.

Untuk pelayanan perizinan Padang sudah menerapkan pelayanan satu pintu dan kami juga berkomitmen melahirkan wirausaha baru sebanyak 10.000 orang hingga 2019, kata dia.

Sementara Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumbar, Muzakir Aziz mengemukakan interaksi pemerintah kota dengan pelaku usaha di Padang nyaris tidak ada.

"Padahal kalau ingin membahas angkutan ada Organda, pariwisita ada Asita, persolan konstruksi ada Gapensi dan persoalan usaha ada Apindo, semua ini adalah mitra pemerintah yang bisa diajak bicara memberikan masukan pengembangan dunia usaha di Padang," kata dia.

Ia berharap pemerintah kota mengajak asosiasi yang ada untuk bersama-sama membahas perkembangan dunia usaha sehingga iklim usaha akan semakin berkembang. (*)