Tumbuhkan Kesiapsiagaan Bencana Lewat Simulasi Rutin

id Simulasi, Bencana, Gempa

Tumbuhkan Kesiapsiagaan Bencana Lewat Simulasi Rutin

Para siswa sekolah dasar yang mengikuti simulasi gempa dan tsunami dalam peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional 2017 menaiki tangga shelter yang ada di Kota Padang, Sumatera Barat. (ANTARA SUMBAR/Novia Harlina)

Suasana hening di Kota Padang, Sumatera Barat, pada Rabu (26/4) pagi, tiba-tiba pecah oleh raungan sirene isyarat telah terjadi gempa berpotensi tsunami.

Suara sirene tersebut merupakan pesan kepada masyarakat dan pelajar agar segera menuju shelter terdekat untuk menyelamatkan diri.

Pada simulasi yang digelar dalam rangka memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional 2017, diskenariokan gempa berkekuatan 8,8 Skala Richter terjadi pada kedalaman 12 kilometer di Kepulauan Mentawai dengan durasi 30 detik.

Ketika sirene pertama berbunyi, masyarakat dan pelajar yang berada di Kelurahan Parupuk Tabing, Kecamatan Koto Tangah segera berlarian keluar rumah dan sekolah untuk kemudian berkumpul di halaman.

Pekikan sirene kembali berbunyi yang menandakan gempa dahsyat 8,8 SR tersebut berpotensi tsunami sebagai pertanda masyarakat harus segera menuju gedung yang disebut shelter.

Saking semangatnya berlari menuju shelter sampai ada pelajar yang terjatuh namun tak menyurutkan minat mereka mengikuti simulasi.

Kendati simulasi kali ini masih didominasi pelajar dan warga yang berada di sekitar shelter hanya melihat-lihat dari balik pagar rumahnya, kegiatan berjalan dengan tertib.

Ratusan pelajar tersebut terlihat serius mengikuti semua prosedur penyelamatan diri mulai dari berkumpul di halaman sekolah, berlari menuju "shelter", lalu berkumpul di halaman shelter sampai sirine kedua berbunyi untuk kemudian melanjutkan penyelamatan diri menuju lantai empat dan lima shelter.

Setiba di dalam shelter mereka membentuk kelompok-kelompok didampingi guru untuk menghilangkan panik dengan berdoa dan bernyanyi.

Shelter yang menjadi lokasi simulasi tersebut berada di Tabing, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, bernama Shelter Darussalam, memiliki lima lantai dengan ketinggian 25 meter dari permukaan laut.

Di dalamnya, pelajar dan masyarakat yang mengikuti simulasi belajar lebih dalam tentang apa-apa yang harus dilakukan ketika gempa terjadi.

Ketua Kelompok Siaga Bencana (KSB) Bungo Pasang, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Juhardio Anse, menjelaskan simulasi ini penting dan mestinya diikuti masyarakat agar ketika bencana benar-benar terjadi mereka tidak panik dan membahayakan diri sendiri.

"Masih banyak masyarakat yang tidak peduli dengan simulasi ini, dan itu adalah tugas bersama untuk menyadarkan mereka tentang pentingnya kesiapan terhadap bencana," jelasnya.

Simulasi bencana seharusnya diikuti masyarakat secara berkala dan terus-menerus sehingga mereka paham apa yang harus diperbuat ketika ada bencana.

Selama ini, setiap ada bencana seperti gempa, sebagian besar masyarakat panik kemudian dengan menggunakan kendaraan bergegas menuju daerah yang lebih tinggi. Padahal di sekitar daerahnya sudah disediakan shelter.

Simulasi bencana yang tidak berkesinambungan membuat masyarakat kurang peduli dengan kegiatan tersebut.

"Padahal ini untuk keselamatan mereka juga," katanya.

Selama ini sudah sering dilakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai prosedur penyelamatan diri, namun belum mampu menumbuhkan kesadaran terhadap penanggulangan bencana.

Diharapkan, dengan adanya simulasi rutin tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban bencana yang disebabkan ketidakpahaman cara menyelamatkan diri dari bencana.

Berkesinambungan

Simulasi gempa dan tsunami yang dengan komando Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang Elfian Putra Ifadi di Shelter Darussalam Padang pada hari itu berjalan cukup lancar.

Elfian menuturkan pada simulasi itu, mereka yang merespons sirene dan bergerak menuju shelter didominasi oleh pelajar TK hingga SMA.

Hal itu menunjukkan, bahwa kesadaran masyarakat masih rendah terhadap kesiapsiagaan bencana, terutama daerah rawan gempa.

Untuk itu, ia menekankan pentingnya simulasi bencana yang berkesinambungan dan terus-menerus sehingga masyarakat paham langkah-langkah penyelamatan diri.

"Jangan lagi ada masyarakat yang panik dan berbondong-bondong menuju daerah yang tinggi ketika gempa karena sudah ada shelter yang selalu terbuka," katanya.

Apalagi, beramai-ramai menuju tempat yang tinggi kemudian terjadi kemacetan. Hal itu, menyebabkan banyaknya korban bencana.

Saat ini, di Padang terdapat sekitar 28 tempat evakuasi sementara yang tersebar di lokasi-lokasi strategis, baik gedung pemerintah, sekolah, hingga bangunan milik swasta.

Shelter tersebut, antara lain Gedung Ditjen Perbendaharaan di Jalan Khatib Sulaiman, Fly Over Duku di Jalan Duku-BIM, Masjid Almuhajirin Bungo Pasang Kecamatan Koto Tangah, dan Gedung Universitas Negeri Padang di Jalan Belanti dan Air Tawar.

Selain itu, Gedung Universitas Bung Hatta Ulak Karang, Gedung SMA 1 di Jalan Belanti, Gedung SMKN 5 di Jalan Belanti, Gedung SMPN 25 di Jalan Belanti, Gedung Rusunawa Purus, Gedung SDN 22 Veteran, dan Gedung Bank Indonesia di Jalan Sudirman.

Selain itu, Hotel Ibis di Jalan Taman Siswa, Hotel Grand Inna Muara di Jalan Gereja, Masjid Nurul Iman di Jalan Thamrin, Hotel Grand Zurri di Jalan Thamrin, Gedung Komplek Kantor Gubernur di Jalan Sudirman, Hotel Mercure di Jalan Purus, Gedung Dinas Prasarana di Jalan, dan Tata Ruang di Jalan Taman Siswa.

Sejumlah tempat lainnya di Jalan Khatib Sulaiman, yakni Gedung Bappeda, Masjid Raya Sumbar, Gedung Badan Pemeriksa Keuangan, Gedung Al Azhar, Villa Hadis, dan Balai Sumber Daya Alam.

Dengan banyaknya shelter yang sudah disediakan pemerintah, masyarakat diharapkan lebih peduli dengan kesiapsiagaan bencana karena keselamatan diri sendiri adalah tanggung jawab masing-masing individu, sedangkan pemerintah hanya menyediakan sarana, prasarana, sosialisasi, dan pemberitahuan.

"Jangan seluruhnya ditumpangkan ke pemerintah, masyarakat harus peduli akan keselamatan masing-masing," kata dia. (*)