Buruh Perempuan Luncurkan Film Tentang Kekerasan Seksual

id Federasi Buruh Lintas Pabrik, Film Kekerasan Seksual

Buruh Perempuan Luncurkan Film Tentang Kekerasan Seksual

Ilustrasi - Buruh pabrik tekstil. (ANTARA FOTO)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) dan Perempuan Mahardhika meluncurkan film dokumenter berjudul "Angka Jadi Suara" yang bercerita tentang praktik kekerasan seksual terhadap buruh perempuan di pabrik-pabrik garmen.

Pelecehan seksual secara verbal maupun tindakan diibaratkan sebagai kejahatan sunyi yang terus berlangsung dengan jumlah korban yang semakin bertambah, namun para korban cenderung memilih diam karena takut disalahkan dan memperoleh stigma negatif.

"Buruh perempuan yang menjadi korban seringkali hanya menjadi angka yang didata dan dianalisis, padahal mereka juga manusia yang harus mengalami proses berdaya dan berani bergerak untuk memperjuangkan kebebasan dan kepentingannya," ujar Sekretaris Jenderal FBLP sekaligus sutradara Dian Septi Trisnanti menjelaskan latar belakang judul "Angka Jadi Suara" dalam acara peluncuran film tersebut di Erasmus Huis Jakarta, Senin.

Pembuatan film berdurasi 22 menit itu berawal dari riset sederhana yang dilakukan FBLP dengan metode personal persuasif. Riset tersebut menghasilkan temuan 25 buruh perempuan menjadi korban pelecehan seksual di 15 pabrik garmen di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Jakarta Utara.

Umumnya para korban perempuan yang bekerja di bagian produksi, mengalami pelecehan seperti disiuli, dicolek atau dipegang bagian tubuhnya, dipeluk, dicium, bahkan ada pula korban yang diperkosa hingga kemudian hamil.

Pelaku pelecehan seksual umumnya para buruh laki-laki yang bekerja sebagai mekanik mesin, tetapi tidak jarang bos atau pemilik perusahaan juga melakukan kejahatan serupa sehingga buruh perempuan merasa tidak memiliki ruang untuk mengadu.

"Rasanya menyakitkan, saya tidak tahu apa-apa, orang awam. Ngomong ke siapa? Saya malu dan takut disalahin karena saat kejadian saya nggak bisa berbuat apa-apa. Benar-benar nggak berdaya," ujar seorang buruh perempuan yang wajah dan suaranya disamarkan dalam film tersebut, saat menceritakan pelecehan yang ia alami.

Menurut Dian, proses pengambilan gambar yang dilakukan pada 2016 terbilang cukup menantang karena ini merupakan pengalaman pertama bagi para buruh perempuan menyuarakan perjuangan mereka melalui film.

Bermula dari lokakarya produksi film pada 2012, Dian dan teman-temannya terus berlatih menggunakan kamera dan menyunting gambar, juga untuk menggali informasi dan pengalaman dari para korban yang biasanya sulit dimintai keterangan karena alasan malu atau takut kehilangan pekerjaan.

Namun Dian percaya, korban pelecehan seksual adalah kekuatan perubahan ketika berdaya dan bersuara, sehingga film "Angka Jadi Suara" harus diwujudkan sebagai sumbangan untuk menghapus kekerasan seksual di Tanah Air.

Film ini akan diputar secara terbatas dalam lingkup-lingkup komunitas mulai Mei hingga Juni 2017. FBLP dan Perempuan Mahardhika sebagai penyedia film membuka peluang kerja sama dengan berbagai organisasi dan komunitas untuk pemutaran film dan diskusi seputar isu pelecehan seksual terhadap perempuan di tempat kerja.

Bawa Solusi

Saat melakukan riset dan proses pengambilan gambar, FBLP dan beberapa organisasi kemasyarakatan atau ormas sipil yang tergabung dalam Komite Buruh Perempuan KBN menyampaikan hasil temuan mereka kepada pihak pengelola KBN Cakung hingga Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise.

Pertemuan tersebut menghasilkan tiga kesepakatan yakni pemasangan plang atau plangisasi plang di KBN Cakung bertuliskan "Kawasan Bebas dari Pelecehan Seksual", pembangunan posko pengaduan buruh perempuan, serta sosialisasi ke pabrik-pabrik tentang bentuk-bentuk pelecehan seksual dan bagaimana menanggulanginya.

Pemasangan plang telah dilakukan pada 25 November bertepatan dengan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, sementara Posko Pembelaan Buruh Perempuan telah terealisasi pada Februari 2017.

Menurut Ketua Umum FBLP Jumisih, ketiga langkah tersebut merupakan awal untuk mengurangi korban-korban pelecehan seksual di tempat kerja.

FBLP meyakini bahwa setiap perempuan memiliki kekuatan untuk dikembangkan sebagai kekuatan kolektif untuk menyebarkan nilai kesetaraan dan melawan kekerasan seksual.

"Kami sadar betul pekerjaan melawan dan menghapuskan pelecehan seksual di tempat kerja bukan pekerjaan mudah, dibutuhkan keterlibatan banyak pihak agar isu ini bisa menyebar di seluruh kawasan industri di Indonesia," kata Jumisih. (*)