KLHK Tidak Ingin 2017 Terjadi Karhutla

id Bambang Hendroyono

KLHK Tidak Ingin 2017 Terjadi Karhutla

Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono. (cc)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan harapannya agar tahun ini tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama pada beberapa provinsi terdampak seperti Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengatakan pemerintah telah menerbitkan PP No 57/2016 untuk merevisi PP No 71/2014 tentang Perlindungan dan Pengeelolaan Ekosistem Gambut setelah terjadi karhutla masif pada 2015.

"Kita ingin lebih baik dari 2016 karena 2016 luas kebakaran hutan dan lahan sudah turun sekitar 70 sampai 80 persen. Kita ingin 2017 tidak terjadi lagi karena pencegahan karhutla sudah menjadi pasal-pasal yang harus dilakukan oleh semua stakeholders," kata Bambang pada pertemuan "Global Peatlands Initiative" di Jakarta, Senin (15/5).

Ia mengatakan Indonesia yang memiliki luas lahan gambut sekitar 15 juta hektare atau sekitar 12 persen dari luas lahan keseluruhan dapat menyimpan karbon sekitar 6 ton per meternya.

Oleh karena itu, pemerintah membentuk Badan Restorasi Gambut pada 2016 sebagai pelaksana restorasi lahan gambut setidaknya mencapai 2 juta hektare dalam kurun waktu lima tahun.

KLHK juga menargetkan pada 2017 dapat memulihkan lahan gambut yang rusak seluas 400.000 hektare atau 20 persen dari target lima tahun tersebut.

Pemerintah Indonesia juga sudah melakukan berbagai upaya terhadap perlindungan, restorasi dan pengelolaan gambut, salah satunya dengan menerbitkan regulasi PP Nomor 57 Tahun 2016 yang di dalamnya melarang pembukaan lahan gambut sampai kondisi ekosistem pulih kembali, mengeringkan lahan gambut, membakar lahan gambut dan melaksanakan kegiatan apa pun yang mengurangi batas permukaan air.

Bambang menjelaskan ada empat cara pemulihan ekosistem gambut yang tercantum dalam PP 57/2016, yakni suksesi alami, rehabilitasi atau menanam kembali di area yang masuk fungsi lindung maupun fungsi budidaya sesuai kearifan lokal, membangun embung air dan menjaga tinggi permukaan air tanah.

"Cara itu yang penting untuk menentukan pemulihan 400 ribu hektare itu akan tercapai restorasi ekosistem. Yang menjadi target BRG salah satunya melakukan 'kanal blocking', membangun embung air untuk menjaga kelembaban di areal konsesi itu," ungkap Bambang. (*)