Ingin Berwisata Religi, Padangpariaman Bisa Jadi Pilihan

id Syekh

Ingin Berwisata Religi, Padangpariaman Bisa Jadi Pilihan

PADANGPARIAMAN, 22/8 - Warga melintas di depan Masjid Syekh Burhanuddin di Ulakan, Kabupaten Padangpariaman, Sumbar, Senin (22/8). Meskipun sudah dibangun kembali pasca gempa, masjid tersebut masih berbentuk aslinya yang dulunya berbahan kayu dan dibangun ulama penyebar Islam, Syekh Burhanuddin dan pengikutnya pada tahun 1960, masjid itu termasuk masjid bersejarah di Indonesia. FOTO ANTARA SUMBAR/Iggoy el Fitra/11 ()

Parit Malintang, (Antara Sumbar) - Pemerintah Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat (Sumbar) menawarkan sejumlah destinasi wisata cagar budaya religi yang ada di daerah itu kepada wisatawan yang tertarik mempelajari perkembangan Islam di Minangkabau.

"Ada banyak cagar budaya religi di Padangpariaman, seperti Makam Syekh Burhanuddin di Ulakan Tapakis dan Surau Atok Ijuak atau Surau Atap Ijuak di 2x11 Kayu Tanam," kata Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Padangpariaman, Jon Kenedi di Parit Malintang, Sabtu.

Syekh Burhanuddin merupakan tokoh yang menyebarkan agama Islam di Minangkabau sehingga karena jasa tersebut jamaah Satariyah di daerah itu membuat jadwal ziarah setiap Rabu, pada 10 Shafar yang disebut dengan Basapa.

"Apalagi cagar budaya itu menjadi destinasi wisata religi di Sumbar," katanya.

Selain itu juga ada, Masjid Tapakis, Makam Tuanku Nan Basaruang, Surau Pondok, dan Makam Sibohong, yang berada di Ulakan Tapakis serta Gobah Tuangku Saliah, Surau Syekh Lagundi, dan Makam Tuangku Madina di VII Koto Sungai Sarik.

Ia mengatakan untuk mempromosikan destinasi wisata cagar bidaya religi tersebut pihaknya bekerja sama dengan berbagai pihak seperti media nasional dan SMS Location Based Advertising ketika orang memasuki kabupaten itu.

Selain itu pihaknya juga memanfaatkan kreatifitas duta wisata di daerah itu guna menarik minat wisatawan datang ke daerah itu.

Sementara itu, pengurus Surau Atok Ijuak, Samsu Anwar mengatakan tempat ibadah tersebut didirikan sekitar 300 tahun yang lalu oleh swadaya masyarakat setempat.

"Surau ini terdiri dari satu tiang utama dan sembilan tiang penyangga," ujarnya.

Ia mengatakan sampai sekarang tiang yang terbuat dari kayu pilihan tersebut hingga sekarang belum pernah diganti.

"Yang diganti cuma atap ijuknya yang lapuk dengan yang baru," kata dia.

Ia mengatakan surau tersebut pada awalnya dibangun untuk keperluan masjid namun karena tidak bisa menampung banyak jamaah maka dibangunlah Masjid Raya Sicincin yang letaknya juga berdekatan. (*)