Mengembalikan Kejayaan Songket Silungkang

id Songket

Mengembalikan Kejayaan Songket Silungkang

Songket Silungkang. (ANTARA FOTO/Iggoy El Fitra)

Sawahlunto, kota kecil yang berjarak sekitar 80 kilometer dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat ke arah timur bukan saja terkenal dengan wisata kota tua dan bekas tambang batu baranya, namun juga songketnya.

Songket silungkang, adalah karya khas yang berasal dari daerah Silungkang, salah satu kecamatan di kota itu.

Songket silungkang telah dikembangkan sejak zaman penjajahan Belanda sekitar 1887. Puncaknya pada 1910 ketika dua perajin songket Sawahlunto, Mbak Iya dan Mbak Isa, diundang ke Belgia sebagai perwakilan dari Indonesia.

Bahkan terdapat 37 motif songket asal daerah itu yang kini masih tersimpan baik di perpustakaan Leiden, Belanda.

Songket silungkang kini telah menjadi ikon ekonomi kreatif kota yang dulunya merupakan daerah penghasil batu bara terbaik di Indonesia itu.

Bertekad mengembalikan kejayaan songket silungkang, Pemerintah Kota Sawahlunto ingin menduniakan songket tersebut.

Salah satunya dengan menggelar "Sawahlunto International Songket Carnival" (SISCa) pada 2015 setelah mendapat dukungan dari Badan Ekonomi Kreatif.

Kegiatan serupa kembali digelar pada 25 hingga 27 Agustus 2017, sebagai upaya memperluas pasar songket silungkang ke Nusantara, bahkan mancanegara. SISCa 2017 merupakan pergelaran yang ketiga kali.

Rangkaian SISCa 2017, selain pameran songket yang dilaksanakan di Gedung Pusat Kebudayaan pada 25 hingga 27 Agustus, juga digelar sejumlah acara untuk meramaikan ajang tahunan itu, seperti fashion show cilik, SISCa night, konferensi songket silungkang dan ditutup dengan karnaval songket silungkang.

Karnaval yang mengolaborasikan pemangku kepentingan dengan masyarakat ini merupakan puncak seluruh kegiatan selama SISCa.

Ratusan peserta karnaval, mulai organisasi perangkat daerah, sekolah, kecamatan, kelurahan, serta sanggar-sanggar modeling turut meramaikan karnaval yang menempuh jarak sekitar satu kilometer itu.

Peserta datang bukan saja dari Sawahlunto, bahkan dari pemerintah provinsi, kabupaten dan kota lainnya di Sumbar dan beberapa provinsi.

Pelbagai inovasi dari songket silungkang muncul pada karnaval tersebut, mulai dari desain yang sederhana hingga rumit dipamerkan oleh peraga.

Wali Kota Sawahlunto Ali Yusuf mengatakan sebelum memperkenalkan songket silungkang ke pasar dunia, ia terlebih dahulu mengenalkan kepada masyarakat setempat agar mereka bangga dan senang menggunakan produk lokal.

Para perantau asal Sawahlunto juga diajak bangga dan mengenakan songket silungkang pada setiap acara-acara atau keseharian.

"Sebelum ke dunia, kami ingin masyarakat Sawahlunto mencintai dulu produk buatan sendiri. Bukan hanya masyarakat yang di kampung halaman, tapi juga di rantau," ujarnya.

ASN Sawahlunto ketika menghadiri acara-acara atau kunjungan ke luar daerah atau kementerian, diwajibkan menggunakan pakaian dari songket silungkang. Acara-acara yang digelar di daerah, seperti hari jadi kota, masyarakat juga diwajibkan menggunakan pakaian berbahan songket.

Pakaian berbahan songket, sebelumnya hanya digunakan pada acara-acara tertentu, seperti acara adat.

Kini, melalui inovasi dan kreativitas perajin setempat songket telah dimodifikasi pada kaos serta produk turunan seperti topi, tas, dasi.

"Modifikasi ini, bentuk inovasi dalam memberagamkan produk-produk turunan dari songket silungkang sehingga bisa diterima pasar," ujarnya.

Ia menyebutkan telah berkembang usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) perajin songket sebanyak 837 pada 18 desa dan kelurahan di empat kecamatan.

Dari jumlah UMKM songket tersebut perajin mampu menghasilkan kain songket sebanyak 192 helai per hari, atau dua helai dalam tiga hari.

Jika harga kain songket berkisar Rp350.000 hingga Rp500.000, maka perajin songket memperoleh penghasilan Rp105.000 hingga Rp195.000 per hari.

"Ini membuktikan bahwa menenun songket bisa menjadi mata pencaharian bagi masyarakat," ujarnya.

Pada akhir Oktober 2017, Sawahlunto akan menjadi tuan rumah Jambore Pemuda Indonesia yang dihadiri pemuda dari 34 provinsi yang ada di Indonesia.

Pemkot Sawahlunto menggunakan kesempatan itu untuk memperkenalkan songket silungkang ke Nusantara dengan melatih peserta JPI menenun songket.

"Ini sudah disetujui Menpora dan 34 provinsi yang ikut dalam jambore tersebut," ujarnya.

Setelah mampu membuat songket, dan diharapkan dikembangkan di daerah asalnya. Pemkot Sawahlunto bersedia membeli hasil kerajinan . Para peserta tersebut juga akan dibekali alat tenun bukan mesin (ATBM).

"Berapa pun hasil kerajinannya, Sawahlunto akan membelinya," ujarnya.

Bahu Membahu

Gayung bersambut, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyambut baik keinginan Sawahlunto untuk mengembalikan kejayaan songket silungkang.

Bekraf, sebagai lembaga yang mengayomi ekonomi kreatif, menyambut baik dengan digelarnya SISCa yang telah ketiga kalinya.

Kepala Bekraf Triawan Munaf menyebutkan melalui kegiatan rutin tahunan, SISCa dapat menjadi semangat baru pelaku ekonomi kreatif dalam mengembangkan pelbagai potensi ekonomi kreatif.

Di SISCa, ada kontribusi Bekraf, yakni melalui program IKKON, yakni inovatif dan kreatif melalui kolaborasi Nusantara.

Bekraf, sebutnya, mengirimkan tim mulai terdiri dari perancang busana, ahli kemasan, dan antropolog, untuk turun melakukan pendampingan dan pembinaan kepada penduduk dan perajin lokal dalam meningkatkan potensi lokal yang ada.

Kegiatan seperti SISCa, katanya, akan terus digelar di pelbagai daerah di Indonesia agar mereka mampu seperti Sawahlunto.

Mereka bisa menikmati pelbagai kemajuan yang didapat bukan lagi dari sumber daya alam, tetapi sumber daya gagasan, sumber daya manusia yang terus menelurkan ide-ide kreatif yang tidak ada habisnya.

Triawan menambahkan sebelum menjadi produk unggulan nasional, songket silungkang harus menjadi unggulan Sawahlunto.

"Songket silungkang harus menjadi produk unggulan Sawahlunto sebelum menjadi unggulan nasional, dengan kekuatan dan tradisi yang sudah ada di sini lalu dikembangkan," ujarnya saat menghadiri penutupan SISCa 2017 di Sawahlunto.

Ia menilai kain songket masih perlu penyempurnaan, misalnya dari segi desain. Untuk itu, pihaknya tidak ingin lagi hanya menunggu datang dari bawah atau datang dari daerah.

"Songket harus sama-sama kita kembangkan dengan pemahaman selera internasional," ujarnya.

Menurutnya, perlu dilakukan inovasi agar penerapan kain-kain songket bukan hanya sekadar pada pakaian, tapi juga barang-barang lainnya, misalnya asesoris atau barang-barang keperluan rumah tangga.

Setelah mampu membuat inovasi dan menjaga kualitas, pasar pasti akan terbuka dan yang dibutuhkan kemudian adalah kemampuan Sawahlunto untuk memproduksi lebih.

Ia mengungkapkan kualitas songket Indonesia sudah bagus sehingga tidak ada yang mampu mengalahkan lagi tapi perlu dilakukan penyempurnaan.

"Seperti bagian dalamnya yang masih ditemukan kurang bagus. Jadi hal-hal detail itu harus diperhatikan," sebutnya.

Ia menambahkan agar produksi Indonesia mampu berkembang pesat, penduduk Indonesia harus bangga menggunakan produk dalam negeri meskipun belum sempurna.

"Jangan menunggu sempurna baru menggunakan. Pasar di Indonesia 260 juta, jangan pasar sebanyak itu cuma dimanfaatkan orang luar negeri," ujarnya.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Arlinda menyebutkan lembaganya berupaya meningkatakn ekspor songket Sawahlunto dengan memberikan pendampingan agar mampu go internasional.

Ia menyebutkan pihaknya sudah memberikan pendampingan dua UKM di Sawahlunto. Produk dari kedua UKM songket silungkang telah didaftarkan di Kemenkumham agar mampu bersaing di pasar internasional.

Ia berharap songket tidak hanya digunakan sebagai pakaian saja, tapi dimodifikasi agar menjadi satu produk yang terkenal, terutama untuk "home decoration".

"Jadi semua inovasi, kreativitas dan aspirasi yang dapat dihasilkan dari songket sehingga membawanya go internasional," sebutnya yang juga hadir pada puncak SISCa 2017 di Sawahlunto.

Ia menambahkan Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, mempunyai satu unit Indonesia Design Development Centre.

Unit tersebut menjadi tumpuan para perancang busana mengenal produk-produk UKM di seantero nusantara.

Para perancang busana tersebut bisa membantu desain produk-produk UKM agar bisa ditingkatkan ekspornya.

"Kami siap bantu Sawahlunto untuk go internasional," katanya.

Songket silungkang dari dulu telah ternama, jadi pakaian bangsawan dan ulama, Sawahlunto dahulu terkenal dengan batu bara, sekarang dikenal sebagai destinasi wisata kota tua. (*)