Pemprov Sumbar Catat 19 Kasus Pembalakan Liar di Tujuh Kabupaten

id Faridil Afrasy

Pemprov Sumbar Catat 19 Kasus Pembalakan Liar di Tujuh Kabupaten

Kepala Bidang Pengamanan dan Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Sumbar, Faridil Afrasy. ( Dok pribadi)

Padang, (Antara Sumbar) - Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) mencatat 19 kasus pembalakan liar hingga Juli 2017 yang terjadi di tujuh kabupaten di provinsi itu.

"Dengan luas hutan sekitar mencapai 2,341 juta hektare, kami cukup sulit menekan kasus pembalakan liar ini karena minimnya tenaga pengawas," kata Kepala Bidang Pengamanan dan Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Sumbar, Faridil Afrasy di Padang, Rabu.

Ia menyebutkan pembalakan liar terbanyak di Kabupaten Sijunjung, yakni tujuh kasus dengan barang bukti 32,969 meter kubik kayu.

Selanjutnya Kabupaten Pasaman empat kasus dengan barang bukti 599,5000 meter kubik kayu serta satu buah ekskavator, kemudian Limapuluh Kota, Solok Selatan, Dharmasraya masing-masing dua kasus, dan Agam serta Pesisir Selatan masing-masing satu kasus.

Total barang bukti dari kasus pembalakan liar yang diamankan sepanjang 2017 itu sebanyak 682,482 meter kubik.

Dari keseluruhan kasus tersebut, tiga diantaranya sudah ditetapkan tersangkanya dan dalam proses hukum oleh pengadilan. Sementara kasus lain masih dalam penyelidikan kepolisian.

Informasi pembalakan liar itu diterimanya berdasarkan dari laporan masyarakat, selanjutnya digelar operasi dan patroli yang dibantu pihak kepolisian setempat.

Sementara untuk pengawasan, pihaknya mengakui kekurangan tenaga yang bertugas di lapangan, sehingga Dinas Kehutanan memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan pengawasan dari pelaku perusakan hutan.

Kami melibatkan swadaya masyarakat untuk menjaga hutan ini, lanjutnya.

Selain itu ia menyampaikan bahwa pembalakan liar tidak menghilangkan luas hutan, namun aktivitas itu merusaknya dan dapat direhabilitasi.

Ia menambahkan jika masyarakat mendapatkan informasi adanya aktivitas yang merusak hutan agar melaporkannya ke Dinas Kehutanan sehingga dapat segera ditindaklanjuti.

"Jika hanya megharapkan personel polisi hutan, maka akan membutuhkan waktu yang lama karena tidak di semua wilayah hutan ada mereka," ujarnya. (*)