Kementerian-PPPA Dorong Peningkatan Partisipasi Politik Perempuan

id Partisipasi politik perempuan

Kementerian-PPPA Dorong Peningkatan Partisipasi Politik Perempuan

Pelatihan peningkatan kapasitas politik bagi perempuan di Sumatera Barat yang dilaksanakan oleh Kementerian PPPA bekerja sama dengan Dinas PPPA Sumbar, di Bukittinggi, Selasa (17/10). (Antara sumbar/Ira Febrianti)

Bukittinggi, (Antara Sumbar) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), mendorong peningkatan kapasitas politik bagi perempuan di Sumatera Barat melalui pelatihan dan simulasi yang dilaksanakan di Bukittinggi, Selasa.

Sekretaris Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Kementerian PPPA, Niken Kiswandari di Bukittinggi, Selasa, mengatakan kuota legislatif bagi perempuan sebesar 30 persen sementara di Sumbar masih di angka 10 persen.

"Kalau 10 persen berarti masih tertinggal, malah masih ada daerah yang belum ada perempuan di legislatif. Ini perlu didorong jelang pelaksanaan pemilu 2019 nanti," katanya.

Ia menerangkan, Indonesia sudah ditunjuk oleh PBB untuk mencapai Planet 50:50 dan pada 2030 angka itu hendaknya sudah tercapai.

"Artinya harus setara antara perempuan dan laki-laki, pelatihan ini sekaligus sebagai langkah untuk mencapai target tersebut," ujarnya.

Sesuai amanat UUD 1945, menurutnya perempuan jangan hanya menjadi beban pembangunan melainkan ikut aktif apalagi indikator keberhasilan sumber daya manusia juga dilihat dari indeks pembangunan gender (IPG).

"Dari sana dilihat bagaimana peran perempuan dalam politik, kepemimpinan atau pengambilan kuputusan dan lainnya," ujarnya.

Ia menyebutkan pelatihan peningkatan kapasitas politik perempuan sudah menjadi agenda Kementerian PPPA di mana tahun lalu dilaksanakan di 13 propinsi dan pada 2017 dilaksanakan di 14propinsi.

Pelatihan yang dilaksanakan pada 17 dan 18 Oktober 2017 di Bukittinggi itu bekerjasama dengan Dinas PPPA Sumbar dan diikuti oleh 80 perempuan kader partai politik.

Para peserta dibekali dengan materi seputar sistem pemilu dan implikasinya bagi keterwakilan perempuan, strategi kampanye, "personal branding", strategi memperoleh suara dan strategi mengawal suara.

Peneliti di Lembaga Kajian dan Pengembangan Partisipasi Masyarakat selaku pemateri dalam pelatihan tersebut, Pratiti Budiasih mengatakan masih rendahnya partisipasi perempuan di legislatif disebabkan karena kurangnya persiapan dan kecenderungan masyarakat memilih calon legislatif laki-laki.

Menurutnya salah satu yang perlu disiapkan perempuan dalam pemilu adalah "branding".

"Kalau dalam pemilu, perempuan harus menyiapkan dirinya untuk menampilkan siapa dirinya, sudah melakukan apa bagi masyarakat dan melakukan apa bagi masyarakat," jelasnya.

Ia mencontohkan salah satu tokoh perempuan dengan "branding" yang cukup dikenal yaitu Rieke Diah untuk buruh dan TKI.

"'Branding' ini harus sesuai dengan diri dan kemudian harus dipenuhi jika terpilih nanti, kalau tidak masyarakat akan lebih apatis lagi pada perempuan," katanya. (*)